Dini Hari dalam Pabrik
bangsat, memang
waktu masih saja mencambuk kita, padahal bahu sudah bersedia diinjak dan kita sudah berhenti bertanya "sampai kapan", padahal sering pada waktu itu juga kita telah bertingkah baik dan sopan dan hanya sempat menyimpan harapan diam-diam lewat mesin-mesin yang harus digerakkan bahwa tak akan ada lagi kelaparan yang datang dengan wajah muram meneror anak dan istri yang sedang terkapar dihantam impian yang menyerang lewat TV dan gemerlap pertokoan
bangsat, memang
Ah, Jakarta!
di bawah rimbun tetumbuhan baja, kuingin bercermin pada sungai jernih, meraba mengenali wajahku sendiri sambil mengenang-ngenang belaian bunda waktu cerita pangeran tampan berkuda gagah menjelajah ujung-ujung dunia
diam-diam sungai itu telah tercipta
airnya yang jernih mengalir tenang
di atas wajahku yang makin terbenam bayang-bayang tetumbuhan baja dan dongeng berkepanjangan
bunda, panggil aku pulang!
No comments:
Post a Comment