Wednesday, October 13, 2010

Ars Longa, Vita Brevis

Iwan Tirta berpulang, dengan meninggalkan karya-karya cemerlang dan dokumentasi batik yang sangat berharga bagi bangsa ini.


Who I am? Am I a black Europe, because I have all of Asian characteristic but have attitude and dress like Europe people?” demikian kegundahan IwanTirta yang mendorong dirinya akhirnya menekuni dan mencintai batik, seperti terungkap dari wawancara Dalton Tanaka dengan beliau yang diputar ulang di Metro TV beberapa waktu lalu. Kegundahan tersebut muncul pada awal tahun 1960-an, karena Iwan mendapat banyak pertanyaan dari rekan-rekannya di Eropa, sewaktu menempuh pendidikan magister di London School of Oriental & African Studies (SOAS) London University. Iwan ke London setelah meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia dan sempat beberapa lama mengajar di almamaternya tersebut.

Yang mula-mula mendorong diri pria bernama lengkap Nusjirwan Tirtaamidjaja itu untuk lebih serius menekuni batik adalah Bennedict Anderson. Iwan mengenal ahli Indonesia dari Cornell University, Amerika Serikat, itu karena Ben ketika sedang melakukan penelitian di Jakarta indekos di rumah orang tua Iwan, di Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Bukan hanya Ben secara pribadi yang mendorong Iwan, tapi juga almamater Ben, Cornell University. Maka, Iwan pun mulai melakukan serangkaian riset dan kemudian mendokumentasikan batik lewat buku yang ia tulis dan terbit pada tahun 1962, Batik: Pola & Tjorak-Pattern & Motif. Ketika dalam proses penelitian untuk bukunya itulah Iwan banyak menimba pengetahuan tentang batik dari Go Tik Swan atau Panembahan Hardjonagoro (1931-2008)—seorang budayawan yang mendapat “titah” dari Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno, untuk membuat Batik Indonesia dan orang Tionghoa pertama yang memperoleh anugerah derajat tertinggi keraton, karena dedikasi dan kontribusinya yang luar biasa terhadap kebudayaan Jawa.

Toh, sejauh itu Iwan masih tetap pada cita-cita awalnya untuk menjadi ahli hukum atau diplomat. Mungkin cita-citanya itu tak bisa dilepaskan dari pekerjaan ayahnya, Mohamad Husein Tirtaamidjaja, yang merupakan seorang hakim. Ibu Iwan sendiri, Ramah Saleh, pernah belajar di Sekolah Kedokteran Stovia dan menamatkan pendidikan sekolah guru berijazah Nederlandse Hoofdakte. Walaupun orang Minangkabau, ibunyalah yangt mengenalkan Iwan untuk pertama kalinya dengan kebudayaan Jawa. Ayah Iwan sendiri adalah pria Sunda kelahiran Purwakarta.

Untuk meraih impiannya sebagai ahli hukum dan diplomat, Iwan lalu melanjutkan pendidikan magister hukum di Yale University, New Haven, Connecticut. Pada masa ini, Iwan justru mendapat dana hibah dari John D. Rockefeller III Foundation untuk melakukan penelitian mengenai tari Bedaya Ketawang di Keraton Kesunanan Surakarta. Dari penelitian inilah ia semakin memahami hubungan-hubungan yang erat antara batik, tari, musik, dan sastra Jawa, terutama yang berasal dari lingkungan keraton. Pengetahuan Iwan tentang batik juga semakin meluas ketika ia mendapat kesempatan mempelajari kain-kain kuno dari kalangan keraton Solo.

Pada akhirnya, Iwan Tirta memang bukan sekadar mencintai batik, tapi bisa dikatakan mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk batik. Cita-cita lamanya hampir sepenuhnya ia tinggalkan. Iwan pun lalu menjalani hidup sebagai seniman batik dan melakukan berbagai terobosan agar batik bisa kembali dihargai oleh orang Indonesia dan masyarakat internasional, lewat berbagai aktivitas dan karya-karya batiknya. Tak mengherankan bila pada akhirnya pria bernama asli Nusjirwan Tirtaamidjaja itu dijuluki oleh banyak orang sebagai maestro batik, empu batik, sama seperti seniornya yang juga beliau anggap sebagai gurunya, Go Tik Swan atau Panembahan Hardjonagoro. Dan, pada akhir Juli lalu, Iwan Tirta sang empu mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 75 tahun. Dia dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta Pusat, di samping makam ibunya. Namun, seperti kata Bapak Kedokteran Hippocrates, “Ars longa, vita brevis.”

Ya, hidup memang singkat, tapi karya seni bisa berusia melebih panjang usia penciptanya. Demikian juga karya-karya seni batik Iwan Tirta. Apalagi, Iwan bukan sekadar mendesain busana batik, tapi juga turut membatik, bahkan dalam usia senjanya. Lewat tangan Iwanlah batik prada kembali populer, bukan hanya di tengah masyarakat Indonesia, tapi juga di mancanegara. Iwan juga melakukan terobosan antara lain dengan membuat batik bermotif besar untuk kain perempuan, yang lazimnya digunakan untuk batik pria.”Kain batik dengan motif diperbesar akan berkesan lebih megah. Detailnya yang indah tampak jelas dan tegas. Perempuan yang mengenakannya akan tampil lebih percaya diri, anggun, memesona, menuntut dihormati. Ia bukan warga nomor dua dalam masyarakat yang terikat batasan jender. Begitulah karakter perempuan Indonesia yang mengilhami karya batik saya dan ingin saya tampilkan dengan karya itu,” ungkap Iwan Tirta dalam bukunya yang bertajuk Batik: Sebuah Lakon.

Bagi Iwan, seperti ia ungkapkan ketika peluncuran bukunya tersebut, setahun lalu, batik yang baik harus bisa memunculkan keindahan corak, konfigurasi, dan kombinasi warna sehingga tidak perlu lagi dihias dengan payet atau kristal. Batik juga harus hidup dengan cara digunakan dalam kehidupan keseharian. ”Batiknya harus tetap yang utama, jangan kebayanya,” ujarnya kala itu. Sumbangan berharga Iwan yang lain adalah upaya pendokumentasian motif batik ke dalam data digital, yang sampai akhir hayatnya telah ia dokumentasikan kurang-lebih 4.000 motif. Dengan perbendaharaan dokumentasi yang seperti itu, tak mengherankan jika motif-motif batik karya Iwan begitu kaya dan tentu saja indah, termasuk karya-karya yang mereproduksi motif-motif dari kain-kain tua warisan leluhur. Iwan dengan gemilang berhasil memadukan bermacam corak batik kuna lewat tampilan yang baru, yang terasa lebih segar tanpa kehilangan kewibawaannya sebagai karya adiluhung. Selain itu, bisa dikatakan, Iwan Tirta juga yang memelopori penggunaan batik sebagai gaun, yang begitu indah sekaligus praktis. Kain batik yang tadinya secara tradisional, turun-temurun, sekadar menjadi kain panjang yang digunakan dengan cara dililitkan ke tubuh dan juga sekadar menjadi selendang oleh Iwan diperkaya fungsinya menjadi gaun, yang bisa digunakan ke berbagai acara, baik formal maupun informal. "Beliau berani membuat kain yang sebelumnya hanya menjadi bawahan dan basahan itu menjadi baju," ujar desainer Poppy Dharsono, seperti dikutip majalah Tempo.

Sungguhpun demikian, rasa cinta Iwan Tirta kepada batik membuat dirinya juga dikenal sebagai desainer pakaian yang sangat berhati-hati dalam memotong kain batik yang akan dijadikan baju atau gaun. Bagi Iwan, batik bukan sekadar karya seni. Batik adalah bentuk konret dari rasa cinta dan dedikasi terhadap keindahan serta warisan masa silam yang luhur dan membanggakan. “Di masa lalu, sebelum membatik, orang harus puasa dulu. Ada prosesi, ada kesungguhan, dedikasi. Pemakainya juga merawatnya dengan baik, ditaburi bunga di lemari agar wangi. Tapi, sekarang, batik yang sudah sedikit lusuh langsung dibuat lap dan gombal. Dunia yang penuh keluhuran itu sudah tidak kembali lagi,” kata Iwan Tirta kepada Tempo.

Iwan sendiri dalam suatu kesempatan pernah mengatakan, dirinya sangat mengagumi Halston (1932-1990), perancang busana asal Amerika Serikat, yang dikenal sebagai desainer yang cenderung membuat busana tanpa memotong bahan kainnya. Sungguh, Iwan Tirta telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi bangsa ini. Selamat jalan, Empu! (Pedje)


Dua Empu yang Juga Berpulang

Indonesia mestinya berduka mendalam karena kehilangan para empu penjaga seni tradisinya pada Juli dan Agustus 2010 lalu. Sebelum Iwan Tirta dipanggil menghadap Yang Mahakuasa, Ni Ketut Cenik telah mendahuluinya. Empu penari joged pingit dan legong playon itu wafat pada usia 86 tahun dan dimakamkan di Setra Alas Harum Desa Adat Batuan, Bali.

Nama Ni Ketut Cenik sebagai empu penari joged pingit dan legong playon telah dikenal luas di dunia internasional, terutama oleh kalangan seniman dan pecinta seni tradisi. Kehadirannya di dunia tari seakan mematahkan mitos bahwa seorang penari mestilah gemulai, cantik secara fisik, dan semampai. Ni Ketut Cenik tidak seperti itu. Tak mengherankan jika pada masa remajanya ia kerap ditolak untuk ikut berlatih menari di berbagai kelompok tari dan juga oleh banyak guru tari. Padahal, kesukaannya terhadap dunia tari-menari, khususnya tari Bali, sudah tertanam sejak kecil. “Jika terkenang saat itu, saya kadang menangis,” katanya semasa hidupnya, seperti pernah dimuat di harian Kompas.

Ni Ketut Cenik kecil selalu menari setiap ada kesempatan, di mana saja. Bisa di pojok bale banjar. Bisa pula di halaman depan pura. Ia akan menari diiringi tiruan bunyi gamelan yang ia lagukan dari mulutnya sendiri. Gerakan tari yang ia lakukan adalah hasil pembelajarannya sendiri dengan cara menonton. Sampai suatu ketika, ketika Ni Ketut Cenik kecil sedang menggembalakan sapi sambil menembang, ketua kelompok tari joged pingitan mendatangi dirinya dan mengajak bergabung dengan kelompok itu. Di sinilah Ni Ketut Cenik kecil diajari tari joged pingitan oleh Wayan Kurir. “Tapi, saya harus diuji berkali-kali, disuruh menari, dan menyebut nama tarian yang saya peragakan. Semua anggota seka heran karena saya menjawab dan menarikannya dengan benar,” ungkap Ni Ketut Cenik semasa hidupnya.

Dalam perjalanannya sebagai penari joged pingitan, Ni Ketut Cenik bertemu dengan Anak Agung Mandra Ukiran, yang kemudian mengarahkan dia untuk menjadi penari arja (drama tari Bali). Toh, Cenik mengaku, seperti diungkap oleh Antara News, belajar sendiri dan mencari sendiri apa itu menari lebih penting daripada belajar pada seseorang guru. Dan, beliau tak pernah berhenti belajar meski telah sepuh dan telah dikenal sebagai seorang empu. Cara belajarnya, ya, itu tadi: dengan menonton orang lain menari, meski yang menari itu berusia jauh lebih muda dari usia Ni Ketut Cenik. Kalau ada pertunjukan tari di desanya, beliau seakan tidak peduli dengan berbagai predikat dan penghargaan yang telah ia raih. Dan, juga tak peduli dengan usianya yang sudah senja. Ia akan dengan antusias menonton pertunjukan itu, berdesak-desakan dengan penonton lain, sambil menyusur tembakau. Sampai akhir hayatnya, Ni Ketut Cenik dikenal sebagai penari joged pingitan terbaik dan mataksu (berwibawa). Namun, ia tidak pelit ilmu. Beliau telah mengajarkan tari joged pingitan dan arja kepada ribuan orang, termasuk yang berasal dari mancanegara.

Empu penari tradisi yang juga berpulang adalah Rasinah atau lebih dikenal sebagai Mimi Rasinah. Beliau wafat pada 7 Agustus lalu dalam usia 80 tahun, beberapa hari setelah menari di Bentara Budaya, Jakarta, dalam acara Indramayu dari Dekat. Dalam acara tersebut, empu tari topeng dermayon ini menari dengan tangan kiri yang tak bisa digerakkan akibat serangan stroke yang terjadi pada tahun 2006 lampau. Ia menari bersama cucunya, Aerli. Toh, tarian Mimi Rasinah tetap memukau dan magis, menyihir para penonton yang hadir saat itu.

Mimi Rasinah belajar menari topeng dermayon pertama kali dari ayah dan ibunya. Ayahnya adalah seorang dalang dan ibunya adalah dalang ronggeng. Ia belajar sejak berusia lima tahun dan pada usia tujuh tahun sudah berkeliling untuk mengamen tari topeng. Kegiatannya sempat terhenti ketika Jepang mulai datang ke Indramayu. Oleh Jepang, ayahnya dianggap mata-mata, sehingga seluruh peralatan topeng dan aksesori tarinya dimusnahkan. Yang tersisa hanya tinggal satu topeng.

Ketika Belanda melakukan agresi militernya setelah Proklamasi Kemerdekaan, ayah Mimi Rasinah kembali mendapat tuduhan serupa dan akhirnya wafat setelah ditembak oleh tentara Belanda. Namun, kelompok tari yang telah terbentuk tidak dibubarkan. Kepemimpinannya dialihkan ke suami Mimi Rasinah, yang juga seorang dalang wayang. Aktivitas mereka terpaksa dihentikan setelah geger 30 September 1965, karena dianggap mengumbar syahwat.

Memasuki tahun 1970-an, tari topeng kehilangan pamor, kalah oleh tarling dan dangdut. Maka, suami Mimi Rasinah kemudian mendirikan kelompok sandiwara. Kurang-lebih 20 tahun, Mimi Rasinah berhenti menari. Ia lebih banyak membantu suaminya dalam kelompok sandiwara itu, sebagai penabuh gamelan. Khalayak luas mulai mengenal kembali sang empu setelah dua dosen STSI Bandung "menemukan" Mimi Rasinah dan mempertunjukkan penampilannya lewat tarian Topeng Kelana, pada awal tahun 1990-an. Sejak itu, nama Mimi Marsinah berkibar kembali, bahkan sampai ke berbagai penjuru dunia. Kini, Ni Ketut Cenik dan Mimi Rasinah telah tiada. Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua. (Pedje)

Sunday, October 10, 2010

Maafkanlah, Maka Anda Akan sehat

Memaafkan ternyata memiliki efek yang mengagumkan bagi kesehatan jiwa dan raga kita.


Sepanjang sejarah manusia, para orang bijak telah mengajarkan bahwa memberi maaf adalah kebutuhan kita. Cobalah kita cermati lagi ajaran Yesus, Muhammad, Buddha, Lao Tzu, Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, Martin Luther King, Jr., atau orang-orang bijak masa kini. Bahkan, banyak ilmuwan yang menyetujui pendapat tersebut. Mereka meyakini bahwa memberikan maaf merupakan solusi kunci bagi banyak penyakit sosial dan penyakit fisik.

Memang, "memaafkan" adalah sebuah kata yang besar. Setiap orang yang pernah merasakan rasa sakit akibat perlakuan brutal pastilah memahami bahwa memaafkan sangat-sangat mudah dikatakan daripada dilakukan. Karena itu, kita bisa memahami kalau ada korban pemerkosaan yang tak bisa memaafkan si pemerkosanya.

Namun, seperti kata Mahatma Gandhi, hanya orang yang memiliki kekuatan jiwa yang besar dapat memaafkan kesalahan orang lain “Orang lemah tidak pernah bisa memaafkan. Memberikan maaf hanya bisa dilakukan oleh orang yang kuat,” ungkap Gandhi. Nah, Anda masuk dalam kategori yang mana? Dalam bahasa Yunani, kata untuk memaafkan adalah aphesis, yang berarti juga ‘membiarkan pergi’. Dari sini mungkin kita bisa memahami lebih dalam lagi bahwa perbuatan memaafkan adalah suatu proses dan juga bermakna ‘melepaskan’. Masalahnya, siapa yang melepaskan dan siapa pula yang dilepaskan?

Ada sebuah kisah seorang bijak dengan seorang muridnya. Suatu hari, sang bijak berkata kepada muridnya, “Pikirkanlah semua orang yang pernah menyakiti kamu, khususnya yang kesalahannya tidak bisa kamu maafkan. Goreskan nama mereka masing-masing di sebuah kentang dan masukkan semua kentang itu ke dalam karung.” Sang murid pun mengikuti perintah gurunya, sehingga karung menjadi berat. Namun, sang bijak menyuruh murid itu untuk membawa karung berisi kentang-kentang tersebut di punggungnya selama seminggu, sehingga sang murid lama-kelamaan semakin terbebani hidupnya.

Setelah seminggu, sang bijak pun bertanya kepada muridnya, pelajaran apa yang bisa diambil dari apa yang ia lakukan selama seminggu tersebut. “Ketika kita tak dapat memaafkan orang lain, kita sesungguhnya membawa perasaan negatif dalam diri kita ke mana pun kita pergi, seperti saya membawa kentang-kentang itu. Yang negatif itu menjadi beban kita dan, tak berapa lama kemudian, menjadi busuk,” ujar si murid.

Nah, kita pun akan menjadi orang-orang yang terbebani oleh energi marah dan rasa benci jika kita memilih untuk tidak memaafkan kesalahan orang lain. Namun, ketika memilih untuk memaafkan orang lain, kita sebenarnya sedang melepaskan emosi negatif yang membebani diri kita dan membiarkan kekuatan penyembuhan dari kesediaan untuk memaafkan bekerja dengan ajaib. Karena kita memaafkan dan membiarkan emosi negatif itu pergi, kita sebenarnya sedang dikeluarkan dan disembuhkan.

Bukan hanya penyakit psikis yang bisa disembuhkan oleh tindakan memaafkan, tapi juga penyakit fisik. Banyak studi dan riset yang memperlihatkan bahwa orang yang sedikit sekali memaafkan kesalahan orang lain rentan terkena masalah kardiovaskular dan penyakit yang berhubungan dengan stres. Dalam salah satu edisinya, Mayo Clinic Journal melaporkan bahwa orang yang tidak dapat memaafkan kesalahan orang lain mengalami peningkatan tekanan darah dan detak jantung. Pendek kata, menurut laporan itu, memaafkan ternyata memiliki “efek memadamkan, mengagumkan”, yang dapat membantu meredakan rasa sakit, meringankan depresi, dan meningkatkan fungsi kardiovaskular. Jadi, tunggu apa lagi? Maafkanlah orang yang telah berbuat salah kepada Anda. (Pedje)

Tuesday, October 5, 2010

Mengundang Keberuntungan

Halau mitos-mitos seputar keberuntungan agar hidup Anda lebih mujur.


Seperti halnya orang-orang normal pada umumnya, orang yang senantiasa mujur alias si lucky people sebenarnya juga kerap mengalami situasi jelek dalam hidup mereka. Jadi, dengan kata lain, sebenarnya Anda juga bisa semujur mereka. Karena, pada dasarnya, karakteristik utama dari orang yang mujur ada pada fokus mereka. Si mujur memiliki suatu fokus yang berbeda dengan orang-orang yang tidak beruntung. Orang yang senantiasa mujur cenderung hanya mengingat hal-hal baik yang mereka alami dan melupakan hal-hal atau peristiwa yang buruk. Mereka juga tak begitu peduli dengan orang-orang yang berpikiran negatif dan berusaha keras untuk menghapus pikiran-pikiran negatif dari kepala mereka.

Jadi, si mujur menciptakan kemujurannya dengan pikiran dan tingkah laku mereka. Karakteristik umum dari perilaku lucky people adalah sikapnya yang lemah-lembut dan kesediannya melakukan sesuatu untuk meraih tujuan. Selain itu, karakter lain dari si mujur adalah perspektifnya dalam melihat persoalan, terutama kegagalan. Bagi mereka, kegagalan adalah bagian dari proses untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Karakter seperti itulah yang memancarkan energi positif bagi mereka. Lalu, bagaimana agar keberuntungan juga hadir dalam kehidupan Anda? Marc Myers, penulis buku How to Make Luck: 7 Secrets Lucky People Use to Succeed, memaparkan mitos-mitos seputar keberuntungan yang harus dihalau agar keberuntungan dapat menghampiri Anda.

Mitos 1: Keberuntungan adalah kata lain dari kerja keras dan takdir. Sebenarnya, kata Myers, kerja keras tak ada hubungannya dengan keberuntungan. Sukses membutuhkan langkah-langkah cerdas, yang tidak sama dengan pengertian kerja keras. Dan, karakteristik orang yang beruntung itu memang tidak terlalu mementingkan kerja keras.

Mitos 2: Anda tidak bisa memengaruhi keberuntungan, karena keberuntungan akan mengambil jalannya sendiri. Padahal, Anda dapat secara acak mendapatkan keberuntungan dengan cara berperan aktif dalam kehidupan. Alih-alih terobsesi dengan pertanyaan apakah Anda bisa meraih impian Anda, fokus saja pada cara mewujudkan impian Anda itu. Hilangkan ungkapan "seandainya" atau "itu tidak akan terjadi" dalam hati dan benak Anda. Yakinkan diri Anda bahwa mimpi itu akan bisa Anda wujudkan.

Mitos 3: Untuk mendapatkan keberuntungan, Anda perlu bertemu dengan orang yang tepat. Myers mengatakan, mengenal orang yang tepat hanya separo jalan untuk mendapatkan keberuntungan. Karena, jika tidak tahu atau takut untuk mengejar kesempatan, Anda tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan. Mengenal orang yang tepat adalah satu hal, berbicara dan mengambil risiko adalah hal yang lain. Dan, lucky people punya karakter berani mengambil risiko.

Mitos 4: Keberuntungan datang ketika Anda agresif mempromosikan diri. Sesungguhnya, bersikap terlalu agresif justru akan mengganggu orang lain. Bersikaplah asertif, bukan agresif. Artinya, Anda dapat mengomunikasikan apa yang Anda inginkan, rasakan, dan pikirkan kepada orang lain dengan tetap menjaga dan menghargai hak serta perasaan orang itu.

Mitos 5: Keberuntungan hanyalah soal waktu yang tepat. “Tempat dan waktu yang tepat sesungguhnya berada dalam kontrol Anda,” ungkap Myers. Anda dapat melangkah ke tempat yang tepat ketika kesempatan datang. Anda bisa memilih untuk masuk ke kalangan tertentu, aktivitas tertentu, dan tempat tertentu dalam hidup Anda. Semakin bijak Anda memilih dan semakin Anda membuka diri semakin tinggilah kemungkinan Anda untuk mengalami "waktu yang tepat" itu. (Pedje)

Friday, October 1, 2010

Menjelang Senja dengan Rahasia Selma

Cerpen-cerpen Linda Christanty dalam bukunya yang terbaru hampir semuanya bernada muram. Namun, di eve’s Book Club Agustus lalu, pembicaraannya kerap diselingi tawa.


Nama Linda Christanty sebagai penulis cerita pendek (cerpen) di jagat kesusastraan Indonesia memang tak bisa dipandang sebelah mata. Cara bertuturnya benar-benar khas, kadang dengan sudut pandang penceritaan yang tak lazim. Pilihan temanya pun beragam, namun umumnya punya nada yang sama: menyuarakan keterbungkaman—tapi tidak dengan cara yang nyinyir atau seperti khotbah kaum rohaniwan. Tak salah kiranya bila kritikus sastra yang juga penyair terkemuka Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, mengatakan bahwa cerpen-cerpen Linda adalah cerpen Indonesia masa depan.

Dengan alasan itulah, sudah sejak lama sebenarnya eve’s Book Club ingin membicarakan karya Linda, kumpulan cerpen pertamanya yang berjudul Kuda Terbang Mario Pinto, yang meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award. Namun, niat tersebut belum lagi terwujudkan sudah muncul kumpulan cerpen keduanya, Rahasia Selma, yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama beberapa waktu lalu. Padahal, kami telah menjalin kontak dengan Linda cukup lama. Bahkan, Linda sempat kami undang untuk menulis pengalamannya dengan bahasa Indonesia di rubrik View Point beberapa tahun lampau.

Maka, begitu kami tahu buku kumpulan cerpen terbaru telah diterbitkan, kami pun langsung mengontak Linda lagi, untuk mencari waktu yang tepat. Kebetulan, Linda ada rencana ke Jakarta pada awal Agustus 2010 lalu, kami langsung pun menyiapkan acaranya. Linda memang tidak tinggal di Jakarta. Perempuan cantik kelahiran Pulau Bangka ini sejak beberapa tahun lalu menetap di Banda Aceh, memimpin sebuah media massa di sana.

Acara eve’s Book Club yang membicarakan Rahasia Selma dilakukan di kafe e-Corner yang terletak di Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta Selatan. Yang menjadi moderator kali ini adalah Rama Romindo. Peserta tampak begitu antusias menghangatkan bincang-bincang yang berlangsung sore mendung itu. Tambahan pula, Linda kerap menanggapi pertanyaan dari peserta dengan cara yang lucu dan berbagai penjelasan yang menarik.

Misalnya ketika ada yang menanyakan latar belakang penulisan cerpennya yang berjudul "Babe", yang mengisahkan hubungan dua orang di dunia maya, Linda menceritakan juga pengalaman pribadinya masuk ke kanal chatting. “Begitu saya masuk ke sana, ada orang yang bertanya, ‘Apakah kamu suka telepon seks?’ Saya jawab, ‘Saya tidak suka. Saya mencari teman diskusi.’ Dan, orang itu pun menanggapi lagi, ‘O, kalau kamu suka, lain kali hubungi saya, ya.’,” tutur Linda, yang disusul dengan gemuruh tawa seluruh peserta yang hadir.

Toh, walau diselingi banyak tawa, banyak peserta sepakat bahwa cerpen-cerpen Linda dalam Rahasia Selma adalah cerpen-cerpen yang muram, yang cenderung mengisahkan para perempuan bernasib malang. Suasana yang hadir membayang dalam cerpen-cerpen itu begitu menekan perasaan, walau kisahnya dituturkan oleh Linda lewat metafora dan ungkapan berwarna lembut atau dengan lansekap yang indah. Linda kadang juga membaurkan antara realitas keseharian dan realitas imajiner sehingga terbangun suasana surealistis yang mencekam pada beberapa cerpennya.

Linda mengakui hal itu. Menurut dia, sebagian besar cerita yang ia buat memang suram, termasuk tokoh-tokohnya. “Namun, tetap ada nada optimistis di cerpen-cerpen saya. Tokoh-tokohnya berjuang untuk mengatasi masalah atau keadaan dengan caranya masing-masing,” katanya.

Ada 11 cerpen Linda dalam Rahasia Selma, yang sebagian besar pernah dipublikasikan di media massa. Lewat cerpen-cerpennya itu, Linda antara lain mengisahkan kekerasan seksual yang terjadi pada anak, homofobia, pelanggaran hak asasi manusia, dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Dalam cerpen "Mercusuar", misalnya, Linda melukiskan kisah perempuan korban diskriminasi rasial dalam balutan petualangan seksual, dengan loncatan-loncatan pikiran yang sukar ditebak dan kemudian bermuara pada peristiwa traumatis yang menyesakkan dada, yang berhubungan dengan realitas faktual di luar cerita.

Dengan kepiawaiannya mengolah cerita seperti itu, kenapa pula Linda hanya menulis cerpen, tidak menulis novel? Begitu tanya salah seorang peserta. “Sebenarnya niat itu sudah ada sejak bertahun-tahun lalu, tetapi sampai sekarang belum terwujud. Saya pernah ingin menulis novel, tapi jadinya malah cerpen. Karena mungkin begini. Saya membayangkan orang yang menulis novel itu adalah orang yang punya waktu luang untuk duduk lebih banyak dan saya kebetulan orang yang tidak punya terlalu banyak waktu untuk duduk. Orang yang menulis novel kan harus fokus, sementara saya termasuk orang yang kalau sedang menulis sesuatu suka berpikir hal lain. Mungkin, ini penyakit jiwa, ya. Ha-ha-ha….,” ungkap Linda.

Linda memang bukan hanya terampil menulis berbagai kisah dan laporan jurnalistik, tapi juga pandai bercerita secara lisan. Ia juga enak diajak berbincang-bincang karena pengetahuannya yang luas. Bahkan, ketika acara sudah berakhir, beberapa peserta masih asyik mengobrol dengan Linda sambil menikmati hidangan yang disediakan e-Corner.

Seperti biasa, sebelum acara ditutup dan penandantanganan buku oleh penulis, ada hadiah-hadiah menarik yang diberikan oleh pendukung eve’s Book Club. Kali ini, masing-masing peserta mendapat hadiah berupa voucher dari Burberry berupa sampel produk, voucher dan lipstik dari Nyx, dan voucher dari e-Corner. Sementara itu, tiga penanya terbaik dan juga Linda beserta moderator mendapat paket kosmetik dari Nyx. O, ya, pada eve’s Book Club Agustus lalu itu, Burberry juga berkenan memberikan hadiah parfum terbarunya kepada peserta yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan Managing Editor eve Sri Purwandhari. Asyik, kan? (Pedje)

Sunday, September 12, 2010

Karena Hidup Tak Bisa Menunggu...

Hidup, kata penyair Rendra dalam sebuah sajaknya, tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh, tapi justru untuk bekerja membalik tanah, memasuki rahasia langit dan samudra, serta mencipta dan mengukir dunia. Kurang-lebihnya, itulah yang dilakukan oleh sepuluh perempuan ini, yang saya amati perjalanan hidupnya lewat berbagai sumber.

Dilihat dari perjalanan karir dan aktivitas masing-masing, mereka tampaknya menyadari benar bahwa hidup tidak bisa menunggu. Dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh untuk meraih kehidupan seperti yang mereka inginkan. Mungkin Anda dapat memetik pelajaran dari perjalanan hidup mereka, yang telah membawa pengaruh yang relatif besar pada kehidupan banyak orang, baik dalam skala lokal maupun internasional.

R.A. Kartini, Pejuang Kebangsaan
Pada tanggal 2 Mei 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964 untuk menetapkan Raden Ajeng Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Dalam keputusan itu juga ditetapkan hari lahir Kartini, 21 April, sebagai hari besar, yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Radeng Ajeng atau Raden Ayu Kartini memang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, dari pasangan Raden Mas Sosroningrat yang Bupati Jepara dan M.A. Ngasirah. Kartini adalah anak kelima dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di Europese Lagere School, yang antara lain belajar bahasa Belanda. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa yang ia baca, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa dan ia ingin memajukan rakyat sebangsanya, yang pada masanya masih banyak yang belum berpendidikan. Ia juga aktif membuka kesadaran kaum pelajar pribumi agar mencintai tanah airnya. Pemikiran-pemikirannya antara lain terungkap dalam surat-suratnya yang ia kirimkan kepada sahabatnya, Nyonya Abendanon, yang kelak dikumpulkan menjadi sebuah buku dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) dan Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Kartini dinikahkan oleh orang tuanya dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri, pada 12 November 1903. Oleh suaminya, Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah perempuan. Kartini wafat beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya, yakni pada 17 September 1904.


Titiek Puspa, Pekerja Seni
Tak salah bila Alberthiene Endah memberi judul A Legendary Diva untuk biografi Titiek Puspa yang ia tulis. Ya, Titiek Puspa adalah salah satu penyanyi legendaris Indonesia, yang memiliki sumbangan begitu banyak bagi perjalanan bangsa ini, setidaknya dalam dunia tarik suara, meski ia juga membintangi sejumlah film layar lebar dan televisi. Perempuan kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, pada 1 November 1937 ini telah melahirkan banyak lagu yang gemanya tak hilang sampai puluhan tahun. Padahal, penyanyi yang punya nama asli Sumarti (dan sebelumnya Sudarwati dan Kadarwati) ini memulai karirnya sebagai penyanyi lagu Jawa di lingkungan tempat tinggalnya, meski keluarganya tidak mendukung. Itulah sebabnya, pada tahun 1954, ia mengikuti Lomba Bintang Radio Tingkat Jawa Tengah tanpa sepengetahuan orang tuanya dan ia berhasil menjadi juara untuk kategori hiburan. Kemenangan inilah yang membawa dirinya berkenalan dengan Sjaiful Bachri, pimpinan Orkes Simphony Djakarta, yang membuka jalan bagi Titiek untuk menjangkau khalayak yang lebih luas. Dan, nama Titiek Puspa itu ia gunakan untuk menyembunyikan identitasnya agar aktivitas menyanyinya tidak diketahui orang tuanya.

Ayah Titiek adalah seorang mantri kesehatan dan ibunya ibu rumah tangga yang sempat berdagang kue kecil-kecilan untuk membantu menafkahi keluarganya. Pada zaman Jepang, kehidupan keluarga ini benar-benar mengenaskan, sampai-sampai pernah makan rebusan kulit pisang dan Titiek Puspa pernah pula memakan roti yang telah dibuang oleh teman sekolahnya. Namun, berkat keyakinan dan keuletannya, Titiek Puspa akhirnya bisa menorehkan tinta emas dalam perjalanan sejarah musik di Indonesia. ”Apa yang saya raih adalah anugerah Tuhan. Karena, sejak kecil, saya telah membangun dialog dengan Tuhan,” katanya pada sebuah kesempatan.

Oprah Winfrey, Presenter, Pengusaha
Oprah merupakan satu dari beberapa orang Amerika yang banyak menerima Emmy Award, atas kesuksesannya membawakan acara The Oprah Winfrey Show, talk show dengan rating tertinggi dalam sejarah pertelevisian dunia. Ia juga aktris yang pernah masuk dalam daftar nominator penerima Academy Award dan pemilik majalah O yang terkenal. Berkat semua prestasinya itu, Oprah kemudian menjadi orang Afro-Amerika paling kaya di dunia pada abad ke-20. “Rahasia besar dalam hidup ini adalah tidak adanya rahasia besar. Apa pun tujuan Anda, Anda dapat meraihnya jika Anda sungguh-sungguh bekerja,” tulis Oprah dalam salah satu edisi majalahnya.

Oprah lahir di Kosciusko, Mississippi, pada 29 January 1954 dari seorang ibu yang pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan ayah sempat menjadi tukang cukur rambut. Sampai umur enam tahun, Oprah dititipkan ke neneknya yang tinggal di sebuah desa miskin—yang mendidik Oprah dengan keras untuk mencintai buku dan menjadi penyanyi gereja. Setelah berusia enam tahun, ibunya membawa dia pindah ke Milwauke, Wisconsin, Amerika Serikat, tinggal di perkampungan kumuh. Toh, semua itu tak membuat Oprah kehilangan semangat untuk terus belajar. Malah, karena ketekunan dan kecerdasan otaknya, ia pada usia 13 tahun memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Nicolet High School. Dan seperti umumnya remaja Amerika Serikat pada akhir tahun 1960-an, Oprah mulai memberontak terhadap segala macam aturan yang ia anggap mengungkung. Ia kabur dari rumah dan hidup di jalanan. Akibat pergaulan bebasnya, pada usia 14 tahun, Oprah hamil, tapi bayinya kemudian meninggal tak lama setelah dilahirkan. Karena kesal melihat kelakuan Oprah, ibunya lalu mengirim dia ke ayahnya di Nashville, Tennessee. “Dari Ayahlah saya mulai belajar soal skala prioritas,” ungkap Oprah. Ia pun kembali ke sekolah dan kemudian menjadi murid yang dihormati karena prestasi dan keluwesan dalam bergaul. Lulus dari sekolah menengah, Oprah mendapat beasiswa di Tennessee State University—ia mengambil jurusan komunikasi. Setelah lulus kuliah dan bekerja sangat keras, perlahan-lahan Oprah mulai dapat memperbaiki kehidupan ekonominya sampai akhirnya sukses seperti yang kita kenal sekarang ini.

Retno Maruti, Penari
Siapa orang Indonesia dewasa yang tak kenal dengan nama penari ini? Setidaknya, namanya akrab dengan para penggemar seni di sini—bahkan juga di mancanegara. Hidupnya benar-benar didedikasikan untuk dunia tari, khususnya tari Jawa. Tak mengherankan jika Akademi Jakarta pada tahun 2005 lampau memberikan penghargaan life achievement kepada perempuan kelahiran Solo, Jawa Tengah, 8 Maret 1947 ini. ”Apa yang saya capai selama ini tak lepas dari dukungan berbagai pihak, baik dari team work maupun suami saya, yang memberikan kebebasan kepada diri saya untuk mendalami dan berkreasi dalam seni tari. Juga insan pers yang ikut andil dalam membesarkan nama saya,” begitu kira-kira yang diungkapkan Retno Maruti dalam pidatonya ketika mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta tersebut.

Retno Maruti belajar tari sejak kecil, lewat bimbingan ayahnya yang berprofesi sebagai dalang, penari, dan dosen tari. Ketika berusia lima tahun, ia dimasukkan ke dalam perkumpulan seni Baluwarti. Setelah itu, ia banyak belajar dari pakar tari, antara lain dari R.T. Kusumokisowo dan Laksminto Rukmi. Sewaktu masih di SMP, Retno Maruti sudah terlibat dalam pergelaran tari Ramayana di Candi Prambanan. Namun, sampai lulus sekolah lanjutan atas dan berkuliah di Akademi Administrasi Negara, Retno belum berpikir untuk menjadi penari profesional, meski tari tak bisa dilepaskan dari kehidupannya sehari-hari. Pikirannya berubah setelah ia mendapat banyak undangan menari ke luar negeri, dalam usia yang masih relatif muda, belum lagi genap 20 tahun. Sepulang dari luar negeri, ia pun mulai mencipta tari. Lahirlah antara lain langendriyan Damarwulan pada tahun 1969, Abimanyu Gugur (1976), dan Roro Mendut (1977) dari jiwanya. Namanya pun berkibar-kibar di jagat tari Indonesia dan dunia.

Erica Hestu Wahyuni, Pelukis
Namanya sebagai pelukis menjadi begitu menonjol ketika ia memamerkan karya-karyanya yang bercorak naif, yang menampilkan sosok-sosok dan benda-benda dalam bentuk deformatif dengan gaya kekanakan, plus selalu ada sosok gajah di dalamnya. Karya-karyanya pun lalu menjadi obyek perburuan, baik oleh kolektor lukisan maupun spekulan. Toh, ia tak berpuas diri. Di tengah puncak popularitasnya, ia justru “melarikan” diri ke Rusia untuk mendalami grafito, fresco, dan mosaik. Pulang dari Rusia, ia melahirkan corak lukisan yang berbeda dengan gaya sebelumnya yang pernah ia tekuni. Meski banyak menuai kritik, Erica tetap bersemangat untuk melahirkan karya-karya baru. Ia seakan tak peduli mau diletakkan dalam kelompok apa oleh para kritikus seni rupa. ”Itu hak mereka. Toh, saya kini dapat menciptakan jendela-jendela sendiri di mana saya dapat berdiri di sana,” ujar Erica, seperti dikutip seorang pengamat seni lukis di sebuah media.

Perempuan kelahiran Yogya pada 1 Januari 1971 ini memang sejak kecil sudah punya keinginan kuat untuk menjadi pelukis. Semasa kecil, ia belajar dan tergabung dalam Pendidikan Melukis Anak-Anak Katamsi. Begitu lulus dari sekolah lanjutan atas pada tahun 1989, Erica pun memilih jurusan seni lukis di Institut Seni Indonesia-Yogyakarta untuk mewujudkan impian masa kanaknya. Dan, berkat kegigihan dan upayanya yang terus-menerus, mimpi itu pun menjadi kenyataan.

J.K. Rowling, Penulis Novel
Hampir bisa dipastikan, anak-anak sekolah dasar dan remaja di berbagai kota besar dunia mengenal Harry Potter. Kemungkinan besar, mereka juga mengenal pencipta tokoh rekaan tersebut, seorang ibu dari tiga anak yang lahir Chipping Sodbury, Inggris, pada 31 Juli 1965: Joanne Kathleen Rowling atau lebih dikenal sebagai J.K. Rowling. Nama Rowling menjadi sorotan berbagai media massa internasional ketika pada tahun 1999 tiga seri pertama novel Harry Potter menduduki tempat teratas daftar New York Times Best-Seller, setelah sebelumnya meraih kesuksesan di Inggris. Padahal, ia menulis buku itu karena desakan ekonomi, setelah bercerai dari seorang pria Portugal. ”Ide penulisan buku itu muncul sewaktu saya sedang dalam perjalanan menaiki kereta api dari Manchester ke London pada tahun 1990,” tuturnya. Namun, setelah novel itu selesai ditulis, Rowling mengalami beberapa penolakan, sampai akhirnya ada sebuah penerbit yang melihat mutiara terpendam dalam karyanya itu. Maka, dunia pun kemudian dilanda demam Harry Potter—terutama setelah novel itu diangkat ke layar lebar—dan Rowling masuk dalam daftar orang-orang kaya di jagat raya.

Pada Desember 2001, Rowling menikah kembali, dengan Dr. Neil Murray. Dari pernikahan ini, mereka telah dikarunian dua anak. ”Setelah selesai menulis serial Harry Potter, saya kini sedang mencoba menulis novel dengan suatu genre baru,” ujarnya.

Mira Lesmana, Filmmaker
Ketika perfilman Indonesia sedang mati suri di awal tahun 1990-an, Mira Lesmana mendirikan Miles Film Productions pada tahun 1995. Bersama beberapa temannya, ia kemudian memproduksi film Kuldesak, yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai tonggak kebangkitan kembali film Indonesia. Anggapan itu benar. Karena, setelah film itu, Indonesia kembali diramaikan oleh film-film produksi anak negeri. Mira dan kawan-kawannya pun terus memproduksi film, antara lain Petualangan Sherina, Eliana Eliana, dan Ada Apa dengan Cinta. ”Kuldesak seperti efek bola gelinding. Ada penularan semangat. Kuldesak mungkin lebih dari attitude yang melawan prosedur, yang penting bikin film,” ujar ibu dari dua anak ini kepada sebuah media.

Perempuan yang lahir di Jakarta pada 8 Agustus 1964 ini alumni Institut Kesenian Jakarta. Ia mengambil jurusan penyutradaraan. Mira mengaku, sejak kecil ia memang gemar menonton film, yang semakin mengental setelah ia tinggal di Sydney, tahun 1979. Saking getolnya, kalau sedang hari libur, ia bisa menonton tiga film dalam sehari. Namun, keinginannya untuk membuat film muncul saat ia berusia 17 tahun, setelah menonton pemutaran ulang film 2001 Space Odissey karya Stanley Kubrick, The Wall karya Alan Parker, E.T. karya Steven Spielberg, dan Star Wars karya George Lucas. ”Empat film itu punya dimensi dan kekuatan yang berbeda dan saya merasakan bahwa film memiliki kekuatan yang dahsyat,” katanya kepada sebuah media. Buku-buku tentang penyutradaraan pun ia beli dan ia langsung menyatakan kepada ayahnya bahwa dirinya ingin menjadi orang film. Sang ayah menyetujui. Maka, selepas dari sekolah menengah atas, Mira pun mencari sekolah film di Australia. Ia mendaftar di Australian Film & Television School. Tapi, karena belum punya karya, ia tak bisa masuk ke sana. Maka, Mira pun akhirnya memilih Institut Kesenian Jakarta sebagai pelabuhannya. Toh, lulus dari IKJ, Mira justru bekerja di perusahaan periklanan, selama delapan tahun. Lepas dari dunia iklan mulailah ia menggeluti dunia film secara total. Sebelum berkiprah di layar lebar, Mira dan kawan-kawan sempat membuat beberapa karya untuk layar kaca, antara lain Anak Seribu Pulau, Enam Langkah, dan Buku Catatanku.

Madonna, Penyanyi, Aktris, Penulis
Dalam Guinness Book of Records edisi tahun 2007, Madonna dinobatkan sebagai “the highest earning female singer of all time”. Sebelumnya, pada tahun 2000, Guinness World Records mencatat Madonna sebagai perempuan artis rekaman paling sukses sepanjang masa, dengan perkiraan jumlah penjualan albumnya di seluruh dunia mencapai 120 juta keping. Di tengah berbagai sikapnya yang sering kontroversial, diva yang menganut ajaran Kabbalah ini memang patut diacungi banyak jempol saking begitu banyaknya prestasi yang ia telah capai. Namun, siapa sangka, ketika ia pertama kali tiba di New York pada tahun 1997, di kantongnya hanya ada uang US$35.

Lahir pada 16 Agustus 1958 di Bay City, Michigan, pemilik nama asli Madonna Louise Ciccone ini tumbuh di pinggiran kota industri mobil Amerika Serikat, Detroit. Bapaknya yang berdarah Italia bekerja sebagai teknisi Chrysler. Namun, Madonna telah menjadi piatu ketika usianya belum lagi genap enam tahun, karena ibunya meninggal dunia akibat kanker payudara. Di bawah dorongan ayahnya, Madonna kecil mulai belajar musik dan beberapa tahun kemudian ia meminta izin ayahnya untuk belajar balet. Pertunjukan baletnya yang pertama digelar di sebuah diskotek khusus kaum gay—yang di kemudian hari pertunjukan ini sangat memengaruhi musik dan gayanya. “Saya menyadari bahwa saya tidak memiliki batas. Batas selalu merupakan pengaruh dari luar, dari orang-orang yang tidak yakin dengan diri mereka dan kemampuan mereka sendiri. Saya begitu yakin dengan diri saya. Saya tahu bahwa saya bisa melakukan apa pun yang saya inginkan dan saya selalu akan meraih cita-cita saya,” ungkapnya.

Krisdayanti, Penyanyi
Perempuan kelahiran Batu, Malang, Jawa Timur pada 24 Maret 1975 ini memulai karirnya saat remaja, lewat pemilihan wajah sampul sebuah majalah. “Saya ingin mencari uang untuk membantu ibu saya,” demikian jawab Krisdayanti ketika seorang juri menanyakan alasannya ikut dalam ajang wajah sampul majalah itu. KD memang bukan berasal dari keluarga berada. Bahkan, ayah dan ibunya bercerai, sehingga ibunyalah yang berjuang membesarkan KD dan kakaknya, Yuni Shara. Pada tahun 1983, ketiga perempuan itu pindah ke sebuah rumah mungil di dalam gang becek di Jakarta, dari sebuah desa kecil di Jawa Timur. Mereka meyakini bahwa sebuah mimpi perlu diperjuangkan agar dapat diwujudkan dan setiap kesempatan harus dimanfaatkan dengan baik untuk mengubah nasib mereka. Dari ajang pemilihan wajah sampul majalah itu, sedikit demi sedikit nama KD mulai dikenal publik, meski ia bukan pemenangnya. Namanya semakin akrab di telinga masyarakat Indonesia setelah ia menjadi juara pertama Lomba Cipta Pesona Bintang dan juara utama Asia Bagus di Tokyo pada tahun 1992. Ia juga menyabet penghargaan artis muda berbakat dalam ajang Fidol Award Festival di Bucharest, Rumania. Sejak itu, bintang terang seakan terus menaungi dirinya dan publik menobatkan mantan istri Anang Hermansyah ini sebagai satu dari beberapa diva dalam jagat musik Indonesia.

Marilyn Monroe, Artis
Marilyn Monroe adalah ikon Hollywood yang terus bertahan sampai kini, meski masa jayanya dan kehidupannya di dunia ini telah berakhir puluhan tahun lampau. Bahkan, boleh dibilang, sepanjang abad ke-20 yang lalu, Marilyn Monroe adalah perempuan yang paling terkenal sejagat. Dia merupakan personifikasi dari kegemerlapan Hollywood dan energi yang memikat dunia. Meski cantik dan memiliki garis tubuh nan menggairahkan, perempuan yang lahir pada 1 Juni 1926 ini bukan sekadar dewi seks tahun 1950-an. Kehidupannya yang ringkih dan wajah inosen-nya, yang dikombinasikan dengan sensualitas bawaan, membuat sosoknya disukai banyak orang di seluruh dunia.

Namun, kesuksesannya lebih karena kegigihannya untuk memperbaiki nasibnya dan sikap positifnya dalam menjalani kehidupan, padahal ia berangkat dari masa kecil yang kurang menguntungkan. Ia lahir dari rahim Gladys Baker di Los Angeles, California, dengan ayah yang tak jelas. Awalnya, ia diberi nama Norma Jeane Mortenson, tapi kemudian diberi nama Norma Jeane Baker setelah dibaptis. Ibunya bekerja di dunia film, tapi kemudian mengalami gangguan mental, sehingga Marilyn Monroe kemudian tinggal di panti asuhan dan sempat diangkat anak oleh sebuah keluarga. Namun, ketika keluarga itu harus pindah kota, Marilyn dihadapkan kepada dua pilihan: kembali ke panti asuhan atau menikah, padahal usianya ketika itu 16 tahun. Maka, pada 19 Juni 1942, ia pun menikah dengan tetangganya yang baru berusia 21 tahun, Jimmy Dougherty. Karirnya sebagai foto model dan kemudian menjadi bintang film dimulai ketika ia harus bekerja di sebuah pabrik—karena suaminya bekerja di perusahaan pelayaran—dan dilihat oleh fotografer David Conover. Hanya dalam tempo dua tahun, karirnya sebagai model melesat. Tapi, ia belum puas karena ia ingin sekali menjadi bintang film. Marilyn pun mulai mempelajari kehidupan aktris legendaris Jean Harlow and Lana Turner serta ikut kursus akting. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Marilyn Monroe mengatakan, “Saya tidak berkeberatan tinggal di sebuah dunia laki-laki selama saya bisa menjadi seorang perempuan di dalamnya.” Dan pada Agustus 1946, ia pun menandatangani kontrak pertamanya sebagai bintang film, beberapa bulan setelah perceraiannya dengan Jimmy Dougherty. Setelah itu, namanya semakin berkibar-kibar, meski hidupnya relatif tak lama di dunia yang fana ini. Pedje

Wednesday, September 8, 2010

Menghalau Lapar Mata

Masih sering terkecoh oleh mata sehingga tak kuat menahan diri untuk tak mengunyah brownies yang ditawarkan teman Anda, sehingga Anda berkali-kali gagal menurunkan berat badan? Mungkin, Anda perlu ikut kelas yoga untuk mengatasi masalah tersebut. “Latihan yoga secara reguler akan meningkatkan kesadaran, suatu cara yang lebih baik dan lebih efektif dalam upaya menurunkan berat badan daripada melakukan diet,” ujar Riana A. Singgih, instruktur yoga dari Yoga Light. Dengan latihan yoga, tambah Riana, Anda lebih bisa mengenali tubuh Anda sendiri, belajar memilih makanan untuk tubuh Anda, dapat merasakan bahwa perut Anda sudah penuh terisi, dan Anda juga dapat mendeteksi apakah Anda sebenarnya makan karena sedang cemas, berada di bawah tekanan, bukan karena rasa lapar yang sesungguhnya. Berikut ini langkah-langkah yang dianjurkan Riana A. Singgih jika ingin menghindari godaan “lapar mata”.

  1. Berlatih yoga. Latihan yoga dapat memperbaiki sirkulasi darah ke kelenjar endoktrin utama (seperti kelenjar tiroid dan pankreas), yang dapat membantu mengontrol nafsu makan Anda dan memperbaiki citra diri Anda juga—suatu cara yang dijamin dapat menghentikan kebiasaan ngemil Anda.
  2. Don’t skip meals. Pastikan Anda makan tiga kali sehari dengan baik: sarapan, makan siang, dan makan malam yang tak berat. Menurut ahli ayurveda, makan siang merupakan waktu makan yang penting karena ketika itulah unsur agni dalam tubuh Anda (api yang membakar makanan menjadi energi esensial) sedang dalam kondisi sangat kuat.
  3. Sikatlah gigi setiap habis makan untuk menjaga kesegaran mulut Anda.
  4. Ketika sedang berada dalam tekanan, lakukan meditasi lewat pernapasan Anda. Duduk tegak dalam posisi yang menurut Anda nyaman dan tariklah napas dalam-dalam sampai Anda merasa relaks.
  5. Minumlah air putih atau teh herbal hangat dengan sedikit madu daripada minum minuman ringan bersoda. Pedje

Tuesday, September 7, 2010

Simpati untuk para Janda

Andrei Aksana berbagi cerita tentang proses penulisan novel Janda-Janda Kosmopolitan yang fenomenal.


Nama Andrei Aksana mungkin baru terdengar beberapa tahun lalu, lewat novel-novelnya yang laris manis. Namun, bisa dibilang, meski usianya relatif muda, Andrei Aksana bukanlah anak kemarin sore dalam jagat kepenulisan karya fiksi di Indonesia. Ia telah menulis sejak masa kanak-kanak dan karyanya pernah dimuat di beberapa media massa. Novel pertamanya sendiri, yang berjudul Mengukir Mimpi, telah terbit sekitar 18 tahun lampau.

Dunia literasi memang mengakar kuat dalam keluarganya. Andrei adalah cucu sastrawan terkemuka Sanoesi Pane dan Armijn Pane. Sementara itu, ibunya adalah novelis terkemuka juga, Nina Pane, yang karyanya antara lain Serpihan Mutiara Retak dan Merah Hitam Cinta. Kakek buyut Andrei, Sultan Pangurabaan Pane, adalah seorang wartawan cum sastrawan, pendiri surat kabar Surya di Tapanuli yang sekaligus penulis roman Tolbok Haleon.

Namun, tentu saja, bukan semata-mata karena itu eve’s Book Club mengangkat novel Janda-Janda Kosmopolitan karya Andrei dalam perbincangan di Le Seminyak, restauran yang terletak di Lantai 5 Pacific Place, Jakarta, awal Juni lalu. Novel ke-12 Andrei ini secara tematis menyuguhkan keberpihakan terhadap kaum perempuan. Juga ada simpati yang mendalam terhadap kaum perempuan yang menempati posisi marginal, seperti pembantu rumah tangga. Dan, semua itu dituturkan dengan cara bercerita yang renyah sekaligus bernas. Tak mengherankan jika novel ini langsung mengalami cetak ulang sehari setelah cetakan pertamanya terbit. Fenomenal!

Konon, ketika dimuat terlebih dulu sebagai cerita bersambung di harian Kompas, sambutan masyarakat terhadap kisah fiksi yang ditulis Andrei ini memang luar biasa. Padahal, seperti penuturan Andrei di Le Seminyak, ketika penerbitnya menyodorkan Janda-Janda Kosmopolitan ke Kompas, Andrei baru menulisnya sekitar sepuluh persen. “Ceritanya, saya memberi sebagian naskah itu ke penerbit, walaupun baru jadi sekitar sepuluh persen. Ternyata, penerbit ingin segera menerbitkannya. Pihak penerbit bertanya, novel itu sudah jadi berapa persen. Saya pun bluffing aja. Saya bilang sudah jadi 50 persen,” ungkap Andrei.

Rupanya, kebohongan itu berbuntut panjang. Pihak penerbit mengirimkan naskah yang cuma sepuluh persen itu ke harian Kompas dan disetujui untuk dimuat keesokan harinya. “Saya pun harus berpacu dengan waktu, karena cerita bersambung itu kan dimuat dari Senin sampai Sabtu. Liburnya cuma hari Minggu. Parahnya lagi, jatah ruangnya diperbesar, tidak seperti cerita bersambung sebelumnya, sehingga stok naskah saya cepat habis. Tapi, karena sudah buat komitmen, saya menjalaninya, walau terpaksa mengurangi jam tidur dan tidak bisa menikmati akhir pekan,” tutur Andrei.

Mungkin karena prosesnya yang terburu-buru seperti itu, ada peserta eve’s Book Club sore itu yang memprotes soal ketidakcermatan Andrei dalam menggambarkan suatu situasi. Peserta yang sama juga mempertanyakan, apakah benar persepsi tentang janda di masyarakat Indonesia masih seperti yang digambarkan Andrei dalam novelnya. “Kebetulan saya punya teman yang ingin menikah dengan seorang janda. Begitu dia menginformasikan kepada orang tuanya, orang tuanya serta-merta menolak. Ternyata masih ada keluarga di Indonesia yang seperti itu, lo,” kata Andrei menjawab pertanyaan soal persepsi tentang janda itu.

Seperti judulnya, novel ini mengisahkan beberapa aspek kehidupan para janda, termasuk di dalamnya kisah cinta mereka, harapan mereka, dan cara pandang mereka terhadap kaum laki-laki. Yang menjadi pusat penceritaannya adalah tokoh Rossa, janda muda yang tadinya menikah dengan teman kuliahnya karena hamil terlebih dulu. Rossa berteman dekat dengan Inge dan Dilla, yang juga janda. Lalu, ada Nunung, pembantu Rossa, yang memilih bercerai karena tak rela dimadu.

“Saya senang banget membaca novel ini sejak awal. Terkesan sekali. Kisahnya hidup sekali. Tapi, pernahkah Mas Andrei terpikir untuk menulis seperti kakeknya, sesuatu yang tidak glamor? Lalu, apakah Mas Andrei melakukan survei untuk penokohan Nunung? Untuk keseluruhan novel, sebenarnya berapa lama Mas Andrei melakukan riset?” ujar seorang peserta yang lain lagi.

Menurut Andrei, dirinya sengaja menulis novel-novel yang relatif ringan dulu untuk mengumpulkan massa. “Kalau orang-orang sudah senang dengan tulisan-tulisan saya, dengan topik-topik yang saya buat, insya Allah kalau saya buat tulisan dengan topik yang nyeleneh atau yang lebih serius mudah-mudahan mereka juga ikut beli. Dengan demikian, pembaca karya saya ikut dewasa bersama saya,” ujar Andrei. Novel Janda-Janda Kosmopolitan sendiri, tambah Andrei, adalah ajang latihan dirinya untuk membuat novel dengan topik yang lebih berat. “Kan, sebenarnya, topik novel Janda-Janda Kosmopolitan ini agak nyeleneh,” katanya. Soal penokohan Nunung, Andrei mengaku mempelajarinya dari para perempuan tenaga kerja yang mengadu nasib di negeri orang. “Pemunculan tokoh Nunung ini sebagai upaya saya mencoba menabrakkan efek glamor dengan kehidupan pembantu rumah tangga. Saya juga sempat mendatangi daerah Gunung Kidul, Yogya, untuk melakukan riset kecil-kecilan bagaimana kehidupan mereka di kampung,” ujar Andrei.

Seorang peserta bernama Melli mengaku telah membaca tiga novel karya Andrei. “Dari ketiganya saya melihat ada kemiripan. Pertama, tokohnya selalu berasal dari orang kaya yang broken. Kedua, tokohnya bahagia, lalu sedih, dan terakhir bingung untuk memilih. Ketiga, pada akhir ceritanya, pembaca diajak untuk menentukan sendiri bagaimana penyelesaiannya. Yang saya tanyakan, mengapa penyelesaiannya dibuat menggantung seperti itu?” kata Melli. Andrei menjawab, penyelesaian novel-novelnya yang cenderung terbuka berawal dari peristiwa menonton film Message in A Bottle bersama ibunya. Ketika film yang diangkat berdasarkan novel karya Nicholas Spark itu berakhir, hampir semua penonton meneteskan air mata, tapi ibu Andrei malah tersenyum. “Saya heran dan bertanya mengapa beliau tersenyum. Katanya, justru karena pasangan dalam film itu tidak bersatu dalam perkawinan, cinta mereka menjadi abadi. Dari sana saya berpikir, ternyata ending itu punya dobel makna, tergantung pada pembaca melihatnya seperti apa. Saya ingin seperti itu. Saya ingin mengembalikan ending kepada pembaca,” tutur Andrei.

Semakin sore, perbincangan semakin seru. Sayangnya, waktunya dibatasi . Dan, seperti biasa, sebelum acara penandatanganan buku oleh penulis ada pembagian hadiah untuk penulis dan tiga penanya terbaik, yang kali ini berupa voucher belanja dari Southaven. Seluruh peserta, selain mendapat kudapan yang lezat dari Le Seminyak, juga mendapat voucher belanja dari Southaven dan Le Seminyak. Asyik! Pedje

Sunday, September 5, 2010

Hal-ihwal Cinta

Banyak peristiwa mengerikan diberitakan belakangan ini. Mungkin kita perlu belajar cinta kembali atau mengasah keterampilan cinta kita.


Ada yang bilang, cinta itu sama pentingnya dengan oksigen bagi jiwa dan raga kita. Cinta merupakan suatu keniscayaan. Semakin Anda berhubungan dengan cinta semakin sehatlah Anda. Begitu pula sebaliknya. Adalah juga benar, semakin sedikit cinta yang Anda miliki semakin besar kemungkinannya Anda akan mengalami depresi dalam menjalani kehidupan ini. Cinta mungkin merupakan antidepresan terbaik dari yang pernah ada. Karena, satu dari penyebab depresi paling sering adalah akibat perasaan tidak dicintai.

Umumnya penderita depresi tidak mencintai diri mereka sendiri dan mereka tidak merasa dicintai orang lain. Mereka juga sangat berfokus pada diri mereka sendiri, sehingga membuat diri mereka kurang menarik di mata orang lain dan menghilangkan kesempatan mereka untuk mempelajari keterampilan cinta.

Keterampilan cinta? Ya, untuk bisa mencintai atau dicintai juga butuh keterampilan. Karena, sebenarnya, ungkapan yang menyatakan bahwa cinta itu bisa datang seperti kupu-kupu—demikian pernah diungkapkan dalam sebuah lagu pada tahun 1980-an—sering sebagai mitos ketimbang sebagai bagian dari kenyataan keseharian. Karena itu, untuk mendapatkan cinta dan menjaganya, Anda harus berupaya dan aktif dan mempelajari suatu jenis keterampilan khusus. Mungkin cara-cara di bawah ini dapat Anda gunakan, sehingga Anda dapat kembali mencintai dan cintai, yang pada gilirannya akan membuat kemungkinan Anda terjangkiti depresi berkurang.

  1. Kenali perbedaan antara limerance dan cinta. Limerance adalah suatu kondisi psikologis dari ketergila-gilaan yang mendalam. Ini sebenarnya baik, tapi jarang bertahan lama. Limerance adalah tahapan awal dari mad attraction, yang membuat seluruh hormon mengalir dan banyak hal terasa tepat. Rata-rata, limerance bertahan hanya enam bulan. Dan, bisa menjelma menjadi cinta. Cinta awalnya muncul sebagai limerance, tapi limerance tidak selalu berkembang menjadi cinta.
  2. Pahamilah bahwa cinta adalah suatu keterampilan yang harus dipelajari, bukan sesuatu yang terutama datang dari hormon atau emosi tertentu. Psikolog terkemuka Erich Fromm menyebut ini sebagai "suatu aksi untuk berkehendak". Jika Anda tidak mempelajari keterampilan cinta, dijamin Anda akan depresi, bukan saja karena Anda tidak cukup berhubungan, tapi karena Anda akan memiliki banyak pengalaman kegagalan.
  3. Pelajari cara berkomunikasi yang baik. Ini artinya Anda perlu mengembangkan kepercayaan dan hubungan yang intensif
  4. .Fokus pada orang lain. Daripada fokus pada apa yang sedang Anda capai dan bagaimana Anda diperlakukan, lebih baik baca kebutuhan pasangan Anda.
  5. Bantu juga orang lain. Sebaiknya pikirkan dulu lebih dalam sebelum melakukan penolakan terhadap sesuatu. Karena, sesal kemudian sering kali tidak berguna lagi. Pedje

Dua Puisi Lama Pedje, 9

Puisi Pagi

Hari ini ada orang terang-terangan mengaku Tuhan
Hampir mirip Al Hallaj dan Syekh Siti Jenar berabad silam

Tak perlu risau, Kawan
Tuhan memang ada dalam diri bersemayam

Siapa kiranya yang menggerakkan miliaran sel dalam tubuh ini sehingga aku bisa memencet tuts-tuts huruf pada kibor komputer dan engkau bisa membaca hasilnya di layar monitor komputermu entah di mana?

Yang barangkali perlu kita risaukan adalah sebuah berita yang lain lagi
datang dari sebuah perguruan tinggi ternama di negeri ini
: sekumpulan orang yang dengan sadar mengaku bukan Tuhan, tapi sebagai hamba-hamba kebudayaan, dengan cekatan bertindak bak Dia yang Mahaperkasa, melarang para cantriknya untuk mengolah pikir dan rasa bersama di luar kelas, di bagian tanpa tanda dalam peta mereka agar tak kualat, agar bisa memenuhi harapan orang tua katanya
agar bisa mendapat angka-angka keramat dengan cepat—”Setelah itu bukan urusan kami bila kalian gagap mengeja zaman, kikuk menghadapi hidup yang hiruk-pikuk.”

Tidakkah kau risau, Kawan?



Siapa

Siapa yang tiba-tiba cemburu melihat kita mengisap luka dan menebar begitu banyak benih cinta di atasnya? Siapa yang kemudian tersenyum malu mengintip kita menari-nari dan menyanyi ketika hujan berkerumun bertepuk tangan seolah anak-anak yang diberi kembang gula? Siapa pula yang berbisik ingin ikut sambil meniupkan aroma purba yang dibawa Adam dan Hawa ketika terpaksa turun dari surga?

Thursday, September 2, 2010

Hindari si Penebar Racun

Inilah lima tipe orang yang bisa "meracuni" hidup Anda.


Keracunan bukan hanya bisa disebabkan oleh makanan atau zat-zat lain yang masuk ke tubuh atau terpapar di kulit. Bergaul dengan tipe-tipe orang tertentu juga bisa menyebabkan seseorang mengalami keracunan, seperti diungkap oleh Lilian Glass dalam bukunya, Toxic People: 10 Ways of Dealing with People who Make Your Life Miserable. Tingkat keracunannya mulai dari emosi yang mati rasa, kurang berenergi, merasa tidak berharga, sakit kepala, sampai mengalami ketegangan otot. Berikut lima tipe orang yang bisa menyebabkan keracunan, menurut Lilian Glass.

  1. Si tukang perintah sekaligus penggertak yang mengganggu. Orang seperti ini cenderung melihat orang lain sebagai musuh. Ia juga pemarah sekaligus orang yang argumentatif karena seolah dia mengetahui semua hal. Orang tipe ini suka memerintah kepada setiap orang yang ada di sekelilingnya dan sulit memaafkan atau melupakan kesalahan yang sepele sekalipun. Dia memiliki kebutuhan untuk menguasai orang lain dan cenderung kejam. Orang jenis ini bisa menyebabkan keracunan pada orang lain karena membuat orang lain stres, takut, dan tidak pernah mau menerima atau memberi respek kepada orang lain.
  2. Si pemurung dan pengeluh. Orang tipe ini kerap sedih, berpikir negatif, keras kepala, paranoid, skeptis, dan tentu saja pemurung. Dia terus-menerus dilanda kecemasan dan senantiasa mengeluh mengenai ketidakadilan dalam kehidupan ini. Orang jenis ini dapat menyebabkan keracunan karena menyebar atmosfer kemurungan dan cara pandang serta sikap hidup yang negatif kepada siapa saja yang ia temui.
  3. Si usil. Orang tipe ini suka menyerang, berani, mudah menghakimi, memuji diri sendiri, senang bergosip, mau tahu urusan orang, dan kasar. Orang jenis ini bukan hanya sulit untuk dihadapi, tapi juga suka membuat hidup orang lain susah. Kehidupannya sendiri cenderung tidak menyenangkan sehingga dia kemudian membuat rusuh kehidupan orang lain. Si usil benar-benar "beracun" karena dapat menyebabkan orang lain mendapatkan masalah keuangan, profesional, dan juga pribadi.
  4. Si recehan. Orang tipe ini suka mementingkan diri sendiri, kaku, bersikap murahan, senang dengan yang remeh-temeh, kerap gelisah, dan neurotik. Dia juga kerap omong besar dan menginginkan hal-hal yang besar namun dalam praktiknya lebih banyak fokus pada sisi kehidupan yang picisan. Dia bisa menggadaikan cinta dan perasaannya hanya demi uang. Orang tipe ini bisa membuat orang lain keracunan karena kerap mengambil keuntungan dari orang-orang di sekelilingnya, baik keuntungan materi maupun yang lainnya.
  5. Si narsis. "Me, myself, and I" adalah fokus dari si narsis. Dia senantiasa mementingkan diri sendiri, sikap ke-aku-annya sangat tinggi, cara bepikirnya dangkal, arogan, tidak bijaksana, dan canggung dalam bersosialisasi. Si narsis senang sekali melihat dan mendengarkan dirinya sendiri. Dia mengatakan "saya, punya saya, diri saya" lebih banyak daripada kata-kata yang lain dan kerap bermonolog-ria walaupun sebenarnya sedang berbicara dengan orang lain. Orang ini bisa menyebabkan orang lain keracunan karena tidak memberi kesempatan bagi orang lain untuk berpartisipasi dalam suatu diskusi, obrolan, atau dalam suatu hubungan yang sehat. Si narsis adalah satu dari berbagai tipe orang yang membosankan dan sulit diajak bekerja sama, karena dia hanya peduli dengan dirinya sendiri. Pedje

Wednesday, September 1, 2010

Kisah Cinta dan Lain-Lain

Sebagai bagian dari rangkaian acara Jakarta Anniversary Festival, EKI Dance Company mementaskan pertunjukan komedi musikal. Renyah.


Pertunjukan dibuka dengan sajian film di tirai penutup panggung, berisi dokumentasi berbagai aspek kehidupan di Kota Jakarta. Biasa memang. Yang mungkin agak membuat penasaran adalah tirainya dari bahan transparan. Adakah adegan pembuka ini akan dibuat sedahsyat pertunjukan Opera Diponegoro karya Sardono W. Kusumo, yang dipentaskan beberapa bulan sebelumnya—yang dalam versi agak berbeda pernah juga dipentaskan belasan tahun silam?

Mungkin meniru menjadi hal tabu bagi seorang seniman. Tapi, meniru adegan pembuka seperti karya Sardono itu, dengan kualitas sama atau setidaknya hampir sama, tampaknya bisa dimaklumi. Karena, adegan pembuka semacam itu bukanlah perkara mudah dalam pembuatannya, walaupun yang dipakai Sardono bukanlah media film, melainkan lukisan (dua dimensi). Ia menggunakan reproduksi lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro (Capture of Pangeran Diponegoro) karya pelukis besar Indonesia, Raden Saleh Syarif Bustaman. Reproduksi lukisan yang dipakai Sardono itu berukuran 14 x 7 meter. Dan, ketika lampu utama meredup, tanpa disadari penonton, "lukisan" itu menjadi hidup, lalu bergulirlah adegan demi adegan.

Namun, rupanya, adegan pembuka pertunjukan komedi musikal Jakarta Love Riot tidak seperti itu. Adegan pembuka pertunjukan yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta pada awal Juli lalu tersebut sekadar menjadi "papan informasi" bahwa "inilah Jakarta". Tirai itu pun kemudian tidak seolah-olah menghilang, tapi terangkat perlahan untuk kemudian panggung menyajikan adegan selanjutnya: sekelompok anak muda menari dan bernyanyi, dengan latar pusat perbelanjaan, lengkap dengan replika eskalator dan papan-papan reklame. Tak ada sesuatu yang menyentak dan mengondisikan mental para penonton untuk memasuki pengembaraan batin, sebagai upaya mendapatkan "pembersihan jiwa" (katarsis). Dan, hal itu memang rasanya tak perlu, kalau dilihat dari isi lakonnya yang digarap dengan alur bersahaja dan dipenuhi dagelan, dengan komposisi dan gerak tari yang tidak menyajikan kerumitan memukau (sophisticated). Sederhana saja.

Tapi, barangkali, justru itulah yang menjadi salah kekuatan pertunjukan musikal kesepuluh EKI Dance Company tersebut, yang kali ini disutradarai oleh Rusdy Rukmarata bersama Nanang Hape—yang selama ini dikenal sebagai dalang wayang kulit. Pertunjukan ini benar-benar dapat menghibur penontonnya. Buktinya, para penonton dibuat ger-geran di hampir semua adegan, terutama ketika Arie Dagienkz yang memerankan tokoh Josh muncul. Konflik yang mengambil persoalan cinta berbalut pertentangan kelas pun menjadi tidak terasa berat. Cerita mengalir dengan mulus adegan demi adegan.

Kisahnya sendiri tentang sepasang remaja dari lapisan sosial berbeda yang menjalin hubungan asmara, Nala (Felicia Citraningtyas) dan Toto (Ari Prajanegara). Sudah dapat ditebak, orang tua dari remaja lapisan atas, orang tua Nala (yang diperankan dengan bagus oleh Sarah Sechan dan Yayu A.W. Unru) tidak menyetujui hubungan itu. Ibu Toto yang penjual soto kaki lima (diperankan oleh Ira Duaty) ternyata juga tidak menyetujui anak lelakinya menjalin kasih dengan Nala. Alasan yang dikemukakan: sudah ada Tatik (Takako Leen), asisten ibu Toto dalam mengelola warung sotonya, yang terlebih dulu mencintai Toto dan telah akrab dengan Toto sejak kecil.

Konflik semakin dipertajam dengan sikap kelompok bermain Nala (Gank Rempong) dan Toto (Gank Soto)—yang hampir rata-rata berwajah lebih tua daripada remaja umumnya dalam realitas keseharian—yang juga tidak menyetujui hubungan itu. Benturan fisik di antara kedua gank itu pun tak terhindarkan. Namun, akhirnya lakon ini pun ditutup dengan kisah bahagia: Nala dan Toto tetap bersama.

Soal Gank Rempong dan Gank Soto itu, seperti halnya Nala dan Toto, sebenarnya mereka adalah dua kelompok remaja dengan status sosial yang berbeda. Gank Rempong berasal dari golongan atas dan Gank Soto dari kalangan menengah bawah. Namun, seperti halnya dalam dunia nyata di Jakarta dan banyak kota besar lainnya di Indonesia, mereka secara kasat mata sama saja. Tingkah polah mereka hampir sama, termasuk dalam penggunaan bahasa, gerak tubuh, dan sebagian pada cara berpakaian mereka. Nyaris seragam. Dan, itu terekam dengan baik dalam pertunjukan ini. Yang juga membuat pertunjukan ini enak diikuti adalah penggarapan musik yang dilakukan oleh Oni Krisnerwinto lumayan apik. Bahkan, boleh dibilang, musiklah yang benar-benar menghidupkan pertunjukan ini, sesuai dengan tujuannya sebagai lakon komedi musikal. Pilihan jenis musik yang dilakukan Oni juga terasa pas dengan atmosfer yang ingin dibangun di banyak adegan. Juga mampu menutupi kekurangan beberapa pemain ketika harus bernyanyi, sehingga tetap enak diterima telinga.

Bagi yang mengikuti berbagai pertunjukan yang dibuat EKI Dance Company sebelumnya mungkin akan merasa bahwa Jakarta Love Riot agak berbeda. Lebih "renyah". “Kami memang sengaja membuat pertunjukan ini menjadi lebih ringan, untuk menarik generasi baru penonton pertunjukan EKI Dance Company, terutama dari kalangan remaja,” ungkap Rusdy Rukmarata, yang jebolah Jurusan Sastra Indonesia Universitas Indonesia, seusai pertunjukan di hari kedua.

Tampaknya, kalau dilihat dari pertunjukan ini, Rusdy dan EKI Dance Company-nya akan mampu mencapai tujuan tersebut. Semoga saja kemudian banyak penonton EKI Dance Company yang antusias juga menonton pertunjukan Teater Kubur, Teater Mandiri, Teater Garasi, Teater Tetas, dan kelompok teater-teater lain yang memiliki bentuk pertunjukan yang berbeda sama sekali dengan pilihan EKI Dance Company. Dengan demkian, dunia teater Indonesia kembali ramai, bukan hanya penontonnya, tapi juga pekerja kreatifnya, yang bahkan sebagian telah cukup dihormati di dunia internasional, seperti Rendra, Putu Wijaya, dan Dindon W.S. Ya, itulah harapannya. Pedje

Rahasia Perempuan Perkasa: Drama Pendek Karya Pedje

Rahasia Perempuan Perkasa
Drama Singkat Saja Karya Pedje
(Ide Cerita: Yadi Kasuh)


Di panggung tampak tiga orang perempuan. Yang satu hanya memakai kemben dari kain lusuh, dengan punggung terbuka, sedang berada di sumur. Perempuan kedua memakai daster lusuh tanpa lengan, sedang memasak. Perempuan ketiga memakai kaos panjang di atas lutut yang sudah lusuh pula, sedang membersihkan kasur.

Perempuan 1
Hidup perempuan katanya hanya perlu berkutat di antara kasur, dapur, dan sumur. Terlalu! Benar-benar pelecehan.

Perempuan 2
Justru kita harus bangga. Apa jadinya negeri ini tanpa kasur, dapur, dan sumur? Tanpa kasur, para lelaki enggak bakal bisa tidur nyenyak. Bisa uring-uringan mereka setiap hari. Pekerjaan yang mereka tangani juga bakalan enggak beres.

Perempuan 3
Ujung-ujungnya, negeri ini bisa bangkrut. Begitu juga kalau kita, para perempuan, enggak mau lagi mengurus dapur. Bakal kekurangan gizi anak-anak kita dan para lelaki itu. Kalau sudah begitu, hancur dah masa depan negeri ini.

Perempuan 1
Lah, kalau sumur?

Perempuan 3
Kalau kita, para perempuan, enggak mau lagi mengurus sumur? Bisa mencret dan kudisan nih semua orang di seluruh negeri! Juga bau dan kumel. Paham?

Perempuan 2
Pendek kata, justru karena perempuan masih mau mengurus kasur, dapur, dan sumurlah keberlangsungan peradaban manusia masih berjalan sampai sekarang.

Perempuan 1
Kan, bisa dibalik, para lelaki saja yang mengurus kasur, dapur, dan sumur?

Perempuan 2
Halah, mana mampu mereka? Boro-boro mengurus kasur, dapur, dan sumur sekaligus, bertempur di atas kasur saja selalu KO sama kita. Enggak sampai tiga menit sudah lemes!

Perempuan 3
Para lelaki itu, lagaknya saja yang gede, merasa paling hebat, merasa paling bisa mengatur dunia. Padahal, kalau kita boikot mereka di kasur saja, linglung mereka. Cuma bikin untung pabrik sabun!

Perempuan 1
Memangnya….

Perempuan 2
Memangnya apa? Perempuan seperti kita itu perkasa! Kita sanggup menahan beban penderitaan hidup seisi dunia. Kita sanggup menahan rasa sakit yang tak akan pernah sanggup dijalani para lelaki.

Perempuan 1
Kok, bisa?

Perempuan 2
Kok, bisa? Ya, bisa dong. Coba suruh suami kita merasakan sakit seperti rasa sakit kita waktu melahirkan, bisa terkaing-kaing mereka, kojor. Baru sakit gigi saja mereka sudah kelojotan.

Perempuan 1
Tapi, kenapa kita selama ini selalu jadi korban?

Perempuan 2 & 3
Kita?

Perempuan 2
Lu aja kali….

Perempuan 3
Jangan pernah mau dong dijadiin korban!

Perempuan 2
(Bernyanyi)
Perempuan adalah makhluk yang perkasa
karena di tangan perempuanlah peradaban berkembang atau tergelincir ke dalam jurang

Perempuan 3
(Bernyanyi)
Perempuan dianggap sebagai bunga
padahal perempuan harus menjadi lebah bila ingin hidup mulia
mampu melawan bila ada yang ingin menjadikannya korban
bersahabat dengan sinar matahari
dan mampu membentengi diri dari kotornya udara dan hiruk-pikuk kemilau dunia

Perempuan 2
(Bernyanyi)
Perempuan adalah bumi yang mampu bersabar menghadapi rasa sakit dan beban berlebihan yang menyayangi anak-anaknya dengan memberikan kehijauan dan keteduhan pepohonan
air yang jernih dari surgawi dan tiupan angin yang seperti belaian

Perempuan 1, 2, dan 3
(Bernyanyi)
Perempuan adalah agen perubahan sejak dunia mulai diciptakan
Perempuan adalah kehidupan….

Lampu Mati

Saturday, August 28, 2010

Carmanita: “Saya Terfasilitasi dengan Keadaan Saya Sendiri”

Kreativitasnya seakan tak pernah kering. Ia juga rajin bereksperimen dan tak takut karyanya ditiru.


Kami datang berlima: Editor in Chief eve Indonesia Amy D. Wirabudi, Managing Editor Sri Puwandhari, Fashion Editor Nabila Fitria, saya, dan fotografer lepas Faizal Rachman. Yang kami tuju adalah "padepokan" Carmanita di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kami sepakat untuk "mengisi baterai" tentang fesyen dan tekstil tradisional lewat perbincangan dengan sang empunya padepokan. Karena, kami mafhum, beliau adalah sosok dengan pengalaman dan wawasan yang sangat memadai untuk kedua hal tersebut. Bukan sekadar menghasilkan desain dan karya-karya gemilang, tapi Carmanita juga memiliki cinta yang besar terhadap kekayaan budaya negeri ini, terutama tekstilnya, yang membuat dirinya seakan tak pernah kekurangan energi untuk membicarakannya.

Maklumlah, pengalamannya yang hampir 30 tahun dalam dunia kreatif dan bisnis fesyen serta kegemarannya mendatangi para pengrajin kain di berbagai pelosok Indonesia membuat Carmanita kaya dengan pengalaman di lapangan, di samping perbendaharaan teoretis. Karena itu, berbincang-bincang dengan perempuan manis ini sungguh mengasyikan. Ada saja yang diceritakan, mulai soal pengrajin kain di pedalaman Bali sampai teknik jumputan dalam tekstil Jepang, dan tentu saja tentang batik.

Untuk batik, ceritanya bisa menjadi panjang-lebar, karena Carmanita sejak kecil sudah terbiasa melihat canting, malam (lilin), bentangan kain mori, dan pasti juga pengrajin batiknya. Setiap kali Carmanita kecil ke rumah mbahnya, pastilah ia melihat orang yang sedang membatik. Karena, neneknya itu adalah Saridjah Niung Bintang Soedibio, yang lebih dikenal dengan panggilan Ibu Soed, kreator dan pengusaha batik yang juga dikenal sebagai pencipta lagu anak-anak dan lagu perjuangan. “Nenek saya itu dekat dengan Bung Karno dan kerap berpameran batik di istana-istana kepresidenan. Ketika saya kecil, beliau sering mengajak saya untuk ikut. Mungkin karena cara beliau menerangkan sesuatunya memikat, saya menjadi suka mendengarkannya,” tutur Carmanita.

Perempuan yang lahir di Bandung pada 10 Juli 1956 pun mengakui bahwa neneknya itulah orang yang paling berpengaruh dalam perjalanan karirnya sebagai seorang fashion designer. "Tapi, walau nenek saya dikenal sebagai ahli batik, saya belajar pembatikan dan pewarnaannya secara otodidak. Saya tidak pernah mau menyentuh lingkungan beliau. Bahkan kami tidak pernah berdiskusi, sebagai sesama seniman. Tapi, ketika saya terjun ke dunia fesyen, dia sering mengkritik saya habis-habisan,” kenang Carmanita tentang Ibu Soed, yang wafat pada tahun 1993 dalam usia 85 tahun. Sejak beberapa tahun terakhir, Carmanita juga aktif membina pengrajin batik di berbagai daerah di Indonesia.

Padahal, waktu kecil sampai remaja, Carmanita tidak pernah bercita-cita untuk menjadi pekerja seni. Ia malah ingin menjadi pebisnis seperti ibunya. Karena itu, Carmanita menuntut ilmu bisnis dan keuangan di University of San Francisco, Amerika Serikat, dari tahun 1977 sampau 1980. Di sela-sela kuliahnya, ia pernah menjadi asisten dosen, lalu bekerja paro waktu di The Bank of America dan The I Magnin Department Store.

Lulus kuliah, ia kembali ke Tanah Air dan langsung terjun ke bisnis garmen. “Saya berbisnis garmen karena yang booming waktu itu adalah garment bussiness, yang banyak pabriknya di Pulogadung, Jakarta. Saya sendiri tak punya pabrik, karena tak mau capek mengurus karyawan yang banyak. Tapi, sejak awal saya ingin menciptakan sesuatu yang menjadi gaya saya, branding saya,” ungkap Carmanita, yang sempat menimba pengalaman kerja sebagai tenaga pemasaran produk Arthur Harland pada tahun 1981.

Pada tahun 1982, ia pun mendirikan PT Amtrend Sentana Garment. Perusahaan ini mencoba menciptakan kreasi fesyen yang dinamis, yang tetap berakar pada karya-karya tradisional, di samping yang non-tradisional. “Dari awal, kecenderungan saya memang sudah etnis, meneruskan tradisi, karena nenek saya memang seperti itu. Mbah saya itu kan yang mendekor seluruh istana presiden negeri ini. Mungkin dari sana saya ditanamkan kesadaran bahwa saya itu orang Indonesia, bukan Jawa semata. Memang, awalnya saya mengerjakan batik,” kata Carmanita.

Sampai sekarang, selain dikenal sebagai fashion designer, Carmanita dikenal sebagai ahli batik. Beragam bahan pernah ia batik, termasuk mobil Mercedes Benz C250 CGI, yang beberapa waktu lalu diluncurkan dan berhasil dibeli oleh Piyu, personel kelompok musik Padi, seharga Rp1 miliar dalam sebuah lelang. “Yang belum saya batik hanya kertas,” ungkap Carmanita sambil tersenyum.

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, Carmanita pernah diminta oleh DuPont Lycra untuk melakukan studi dan riset mengenai kemungkinan membuat batik dari bahan Lycra. Selama satu tahun tujuh bulan, ia pun berkutat mencari teknik yang tepat dan terbaik membatik di bahan serat yang lembut tersebut. Hasilnya ternyata tidak mengecewakan, yang kemudian diberi nama batik strech dan diluncurkan pada 11 Oktober tahun 2000. “Fokus saya memang lebih ke hal teknisnya, bukan pada desainnya. Karena bahan nilonnya lebih banyak, saya susah sekali mendapat warna yang saya mau,” tutur Carmanita, yang juga pernah membatik di bahan wool dengan hasil yang memuaskan pada tahun 1994 lampau. Belakangan, ia juga berhasil membatik di kain songket. “Tapi, memang, yang paling sulit itu membatik di bahan wool,” katanya. Berikut petikan perbincangan kami dengan perempuan perancang busana dan tekstil yang pernah mengikuti Pret a Porter-Paris pada tahun 1987 ini.

Aktivitas Anda begitu banyak, termasuk rajin mendatangi dan membina para pengrajin kain tradisional di berbagai pelosok daerah di Indonesia. Tidak merasa lelah?

Tidak. Saya menikmati saja. Saya malah senang dapat mengenal banyak pengrajin di berbagai pelosok Tanah Air, bukan hanya pengrajin kain, tapi juga pengrajin yang lain. Karya mereka bagus-bagus, tapi kan tidak ada yang membawanya ke kota. Dengan ke pelosok begitu, saya menjadi tahu kekayaan negeri ini. Saya sempat bertemu dengan seorang nenek berusia 85 tahun di pelosok Bali. Beliau membuat kain kotak-kotak, tapi bukan kain poleng, yang bagus banget. Kotaknya beragam, dari besar sampai kecil. Harganya cuma Rp1.250.000.

Pelajaran apa yang Anda dapat kunjungan Anda ke pelosok-pelosok daerah itu?

Saya semakin menyadari bahwa negeri ini punya banyak kekayaan yang bisa diolah. Dalam mengolahnya, saya tidak mengubah patternity, tapi memperbaikinya dengan daya olah yang kemudian hasilnya bisa dipakai oleh masyarakat yang lebih luas, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya, tadinya hasil kain mereka kan kaku, kami ganti benangnya agar bisa lebih enak dipakai orang, bisa masuk ke toko.

Selain karena pengaruh nenek Anda waktu Anda masih kecil, siapa lagi yang memengaruhi Anda sehingga Anda begitu menghargai apa yang bangsa ini miliki?

Ibu saya. Beliau sering membawa saya ke daerah-daerah dengan mobil yang disetirnya sendiri untuk melihat berbagai pertunjukan seni. Kalau ke Solo, kami juga pasti mampir ke rumah Om Go Tik Swan, yang pembatik. Selain itu, saya semakin belajar untuk menghargai apa yang bangsa kita miliki waktu diajak ikut melihat rumah David Bowie, musisi terkemuka dari Inggris. Rumahnya memakai kain-kain tradisonal bangsa kita, mulai dari batik sampai kain bugis. Juga memakai saka guru. Semua barang Indonesia dipindahkan ke rumahnya. Ini gila sekali. Kenapa kita tak bisa seperti itu? Di sana juga saya belajar apa saja yang diinginkan oleh masyarakat kelas atas.

Anda tampaknya selalu memperhitungkan sisi bisnis dari suatu karya, ya?

Ketika melihat sesuatu, saya memang langsung memikirkan apakah karya itu bisa dijual atau tidak. Mungkin saya lebih banyak berpikir pada desain produknya, ya. Bisa dibilang, saya memang sudah belajar berbisnis sejak kecil. Waktu kecil, kalau saya kebanyakan main, orang tua saya suka menghukum saya dengan tidak memberi uang saku. Nah, agar tetap punya uang saku, saya sewakan buku-buku saya ke teman-teman. Orang tua saya memang suka membelikan buku-buku cerita dalam bahasa Belanda, yang biasanya dibeli di sebuah toko yang sekarang dinamakan Jalan Veteran. Jadi, tak salah kalau saya juga akhirnya kuliah di jurusan bisnis.

Dan kemudian masuk juga ke wilayah kreatif, ya….

Mau tak mau saya larut juga ke dalam dunia kreatif. Karena, saya terfasilitasi dengan keadaan saya sendiri, sehingga saya bisa melakukan apa yang saya inginkan, mau begini-mau begitu tak ada batasnya. Terfasilitasi itu maksudnya untuk sumber daya manusianya, yang mengerjakan finishing-nya. Saya didukung dari rumah saya sendiri. Jadi, kenapa tidak mencoba? Atmosfer kreatif di rumah sangat tinggi. Waktu kecil, kalau orang tua saya dari luar negeri, saya juga sering dibawakan mainan yang harus dirakit dulu, seperti boneka-bonekaan, aksesori, dan rumah-rumahaan. Jadi, saya dari kecil dikasih permainan yang untuk memaikannya harus berpikir dulu. Mungkin ini juga yang mengasah kreativitas dan jiwa seni saya.

Itu juga yang menjadi alasan mengapa Anda akhirnya terjun ke bisnis fesyen, ya?

Saya berbisnis garmen karena yang booming waktu itu adalah garment bussiness, yang banyak pabriknya di Pulogadung, Jakarta. Saya sendiri tak punya pabrik, karena tak mau capek mengurus karyawan yang banyak. Tapi, sejak awal saya ingin menciptakan sesuatu yang menjadi gaya saya, branding saya. Saya lalu iseng-iseng ikut lomba perancang mode yang diadakan sebuah majalah, tahun 1987, eh, juara ketiga. Tidak ada yang serius dalam hidup saya, semua hanya main-main. Saya hanya serius waktu harus memikirkan membayar pekerja saya setiap bulan. Itu baru bikin saya stres. Ha-ha-ha…

Waktu kuliah di University of San Francisco dulu, Anda kan sempat bekerja di sebuah bank ternama dan department store walau hanya paro waktu. Waktu kembali ke Indonesia, Anda tidak menyesal meninggalkan pekerjaan itu?

Tidak. Kan, saya tahu apa yang akan saya lakukan. Lagi pula, kalau bekerja sama orang kan saya hanya mengikuti arus.

O, ya, bagaimana ceritanya Anda bisa mengikuti ajang fesyen bergengsi Pret a Porter-Paris pada tahun 1987 itu?

Waktu itu kan BPEN, Badan Pengembangan Ekspor Nasional, sedang giat-giatnya membawa desainer-desainer kita ke Prancis. Tiba-tiba, anehnya, ada agen orang Arab-Prancis yang membawa saya dan seorang desainer Malaysia ke sana, saya disewakan booth di tempat yang lumayan, yang dekat dengan booth dari brand ternama. Saya benar-benar seperti orang beloon di sana karena waktu itu belum mengerti benar bisnis fesyen. Tapi, agen itu kemudian meninggal dunia, setelah saya dua tahun bekerja dengan dia.

Beberapa tahun lalu, Anda juga kan masih mengirim produk-produk karya Anda ke Prancis, ya?

Ya. Ceritanya, saya mengenal orang Prancis bernama Bernadette, yang membuka Indonesian eclectic gallery bernama Wayang Lali di dekat Lyon. Lucu tempatnya. Dia membeli barang-barang saya. Tapi, kemudian dia menikah, punya bayi, dan lebih memprioritaskan barang-barang kecil yang lebih cepat berputar, sehingga belum memesan lagi dari saya.

Dari begitu banyaknya proyek yang Anda buat sejak tahun 1982 sampai sekarang, proyek apa yang paling membuat Anda senang?

Semuanya sangat menyenangkan. Karena, setiap proyek punya jiwanya sendiri. Waktu mengerjakan itu juga saya tidak pernah memikirkan nantinya bagaimana, akhirnya seperti apa, saya hanya melakukan pekerjaan saya.

Anda juga kan mengeksplorasi motif-motif dari negara lain dengan teknik batik dan jumputan, seperti motif kain dari India. Apa yang mendorong Anda melakukan itu?

Kan, sebenarnya itu juga yang dilakukan nenek moyang kita. Mereka mengagumi kain-kain tradisional dari India seperti sari dan kerala, lalu membuatnya dengan teknik batik. Begitu juga dengan kain tradisional Jepang, sehingga lahirlah batik hokokai. Hanya saja, kita sekarang lebih ekspansif dengan kekayaan kain dan pewarnaan yang ada sekarang dibanding nenek moyang kita. Beberapa waktu lalu, saya juga baru membuat kimono dengan motif perkawinan megamendung Indonesia dan megamendung Jepang. Dan, megamendung itu sendiri kan pengaruh batik hokokai. Saya pribadi sangat menyukai tekstil India dan Jepang. Saya juga mempelajari sendiri berbagai teknik jumputan Jepang, seperti sibori, origami, dan arashi.

Masih suka bereksperimen?

Eksperimen tetap jalan. Hampir semua bahan sudah dibatik, kecuali kertas.

Apa Anda sudah menyiapkan upaya regenerasi?

Buat saya, yang penting, manusia-manusia lain bisa berjalan lebih jauh dari saya. Di tempat saya, siapa pun yang mau magang diterima. Banyak juga peserta magang dari luar negeri. Mereka mempelajari tekstil, batik, dan fesyen. Saya tidak takut di-copy. Ini juga kan bukan punya saya, kebetulan saja ada di sini. Biarkan saja. Dengan begitu, saya kan jadinya dikejar untuk menciptakan yang baru.

Sebenarnya Anda lebih senang disebut sebagai apa?

Tidak tahu. Saya kan tidak bisa menyebut diri saya sendiri sebagai apa. Mungkin seniman tekstil, ya? Tidak mengerti saya. Ha-ha-ha…. Carmanita is Carmanita, no miss, mistress, or what. Just Carmanita. Ha-ha-ha…. Pedje

Friday, August 27, 2010

Dua Puisi Lama Pedje, 8

Ayat-Ayat Waktu

begitu banyak penanda waktu
: langkah-langkah bergegas hilang ditelikung cemas


Di Luar Angkasa
Untuk Anakku, Langit Biru

Langit masih menyisakan warna jingga ketika kau tertawa
mengempas sunyi yang dibangun dari berjuta sungai air mata
yang hilang arah menuju muara

“Kita akan menepi,” katamu dengan tawa yang telah berubah
menjadi garis tipis yang entah apa maknanya
Tapi, di manakah tepi sebenarnya
di ruang angkasa ini, ketika ilusi cakrawala
seakan moksa

“Kita akan ciptakan tepi sendiri seperti matahari
mencipta lewat ujung-ujung garis sinarnya,” katamu
dengan nada lelah tapi tetap ingin terlihat gagah.

Langit tak lagi memiliki warna jingga
dan kenangan pada bumi berkejaran dengan hujan asteroid
sunyi pun terbangun kembali

Thursday, August 26, 2010

Tabahlah…

Tak ada manusia yang sempurna. Jatuh-bangun juga merupakan hal yang biasa dalam kehidupan manusia. Bahkan, bisa dikatakan, tak ada orang bisa mencapai kesuksesan tanpa pernah melakukan kesalahan dan kegagalan. Justru, seperti telah banyak diungkapkan para motivator, kesuksesan itu merupakan kemampuan untuk menghadapi kegagalan demi kegagalan tanpa kehilangan entusiasme, gairah, untuk tetap bisa bangkit dan tak berhenti mencoba serta masih berani mengambil risiko.

Mungkin, pada awalnya memang sulit untuk bisa bersikap seperti itu ketika sedang menghadapi kegagalan, melakukan kesalahan, atau ditolak oleh orang lain. Namun, semakin berani menghadapi itu semua, Anda akan semakin kuat dan peluang untuk meraih kesuksesan semakin besar. Berikut lima langkah agar Anda dapat tetap tabah dalam menghadapi kegagalan atau penolakan.

1. Jangan terima penolakan sebagai hal yang personal. Anda mungkin benar-benar merasa gagal total, tapi penolakan atau merasa diabaikan orang lain tidak selalu karena kesalahan Anda. Semakin cepat Anda menyadari bahwa tidak semua hal berkenaan dengan Anda, akan semakin cepat pula Anda bangkit dari keterpurukan.

2. Cari informasi
. Bersikap tabah berarti juga mau belajar dari kesalahan. Tak ada salahnya juga Anda meminta pendapat dari teman atau seorang ahli untuk mengetahui lebih jauh apa yang membuat Anda gagal.

3. Membuka diri terhadap peluang baru
. Hadapi penolakan yang Anda alami dan jangan biarkan kekecewaan Anda menodai peluang yang Anda dapatkan saat ini.

4. Jujurlah
. Jangan ragu untuk curhat dengan sahabat karib atau pasangan Anda. Ungkapkanlah dengan jujur ketakutan dan kecemasan Anda menjalani langkah-langkah selanjutnya setelah mengalami kegagalan atau penolakan. Langkah ini akan membuat beban Anda berkurang dan dapat membuat keberanian Anda bangkit kembali.

5. Coba lagi
. Semakin banyak risiko yang Anda ambil semakin banyak juga sukses yang akan Anda raih. Bersikap tabah berarti juga Anda menjadi lebih mengetahui tentang diri Anda dan apa yang Anda inginkan dari hidup Anda. Selamat berjuang! Pedje