Wednesday, September 16, 2009

Ketika Harus Memilih

Apakah Anda termasuk orang yang mencari kesempurnaan ketika harus memilih atau orang yang puas dengan pilihan yang ”cukup baik”?


Dalam hidup memang ini ada banyak pilihan. Masalahnya, ketika suatu pilihan telah ditetapkan, itu artinya akan ada pilihan lain yang akan hilang. Tak mengherankan bila banyak orang kerap merasa tertekan bila harus menentukan pilihan, apalagi bila sesuatu atau seseorang yang harus kita putuskan untuk dipilih itu ada banyak dan masuk dalam kategori “penting” atau “sangat penting”.

“Banyaknya pilihan membuat kita menimbang-nimbang atau mempertanyakan terlebih dulu sebelum mengambil keputusan. Juga dapat membuat kita menjadi orang yang memiliki ekspektasi tinggi yang tidak realistis dan akhirnya sering membuat kita menyalahkan diri sendiri untuk apa yang kita rasakan telah salah,” ungkap Profesor Barry Schwartz, psikolog dari Amerika Serikat, dalam bukunya yang berjudul The Paradox of Choice: Why More Is Less. Pada gilirannya, tambahnya, sikap seperti itu dapat memicu ketakberdayaan dalam mengambil keputusan, kecemasan, stres yang terus-menerus. ”Dan, dalam suatu budaya yang tak memiliki permakluman bagi kekurangsempurnaan ketika pilihan Anda terbatas, terlalu banyak pilihan justru dapat menggiring Anda menjadi penderita depresi klinis,” tutur Schwartz.

Menurut sang profesor, di dunia ini ada dua jenis manusia ketika harus mengambil keputusan untuk memilih, yakni jenis orang yang ingin memaksimalkan pilihannya dan orang yang telah puas apabila telah memilih sesuatu atau seseorang yang menurut dirinya masuk dalam kategori ”cukup baik”. Jenis orang yang pertama itu biasanya mudah menyesal dan mengalami depresi ketika akan dan telah menentukan pilihan. Mereka biasanya cenderung berpikir bahwa ada pilihan lebih baik daripada apa yang telah mereka telah pilih.

Berbeda halnya dengan jenis orang kedua, yang lebih baik dalam mengambil keputusan. Orang yang masuk jenis kedua ini merasa bahagia dengan pilihannya yang menurut mereka ”cukup baik”. Mereka tak terpengaruh oleh pilihan-pilihan tambahan, sehingga banyaknya pilihan tidak meninggalkan efek negatif pada mereka. Karena, mereka menyadari bahwa mereka telah menentukan suatu pilihan yang memuaskan mereka.

Jadi, menurut Profesor Barry Schwartz, sebaiknya kita menjadi orang yang masuk dalam jenis kedua, yaitu orang yang lebih menginginkan pilihan yang cukup baik ketimbang pilihan yang sempurna. ”Mencari kesempurnaan pilihan adalah tindakan yang sia-sia,” tutur sang profesor. Memang, riset membuktikan, dorongan untuk memilih yang sempurna pada seseorang cenderung membuat orang itu memiliki makna lebih dibanding orang yang merasa puas dengan pilihannya yang cukup baik. Namun, ternyata, kata Schwartz, orang yang telah merasa puas itu umumnya lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang mencari kesempurnaan.

Nah, sekarang giliran Anda untuk memilih, ingin menjadi orang yang mengejar kesempurnaan atau menjadi orang puas dengan pilihan yang Anda rasa cukup baik. Pilihan sepenuhnya di tangan Anda. (Pedje)

No comments:

Post a Comment