Wednesday, October 21, 2009

Nasib Titipan Ilahi di Negeri Ini

“Ujian moralitas bagi suatu masyarakat adalah apa yang mereka lakukan untuk anak-anak.” Begitulah yang dikatakan oleh Dietrich Bonhoeffer, teolog yang juga pejuang Jerman dalam menentang Nazi. Dengan ukuran seperti itu, harus jujur kita akui bahwa kita adalah bagian dari masyarakat bermoral bejat. Lihat saja, tak jauh dari istana sang presiden di Jakarta, tepatnya di Kota Serang, Banten, seorang bayi penderita gizi buruk wafat dalam kondisi yang menyedihkan, minggu lalu, 6 Maret 2009.

Padahal, di Serang, simbol-simbol keagamaan bertebaran. Di jalan-jalan utamanya dipajang kaligrafi nama-nama Allah yang Mahamulia, asmaul husna. Gubernurnya pun, sang Ratu Atut, bila berdandan bak selebritas, dengan wajah yang terlihat jelas dirawat dengan biaya yang tak bisa dibilang murah untuk ukuran umumnya rakyat Indonesia.

Dalam musim kampanye ini, kita juga dapat melihat banyaknya baliho dan poster anak sang gubernur, Andika Hazrumy, bertebaran sampai ke pelosok-pelosok Banten, untuk mempromosikan dirinya sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Secara kasar bisa dihitung, anggaran untuk itu saja bisa untuk membeli beras yang dapat memenuhi kebutuhan warga dua kampung dalam sebulan, setidaknya. Tidakkah ibu dan anak itu merasa tertampar dengan adanya kasus bayi bergizi buruk tetangga mereka, yang kemudian wafat itu? Bukankah Nabi Muhammad S.A.W. pernah mengatakan, “Bukanlah orang yang beriman, orang yang dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya berada di sisinya dalam keadaan kelaparan.” Bahkan, banyak Hadis lain yang mengungkapkan betapa kita harus berbuat baik kepada tetangga.

Yang menyedihkan lagi, kasus gizi buruk pada anak bukan hanya terjadi di Serang. Dari Yogya dikabarkan, kasus gizi buruk pada anak dalam bulan terakhir ini merebak di Kabupaten Kulon Progo. Ada puluhan anak yang menderita gizi buruk di sana, bahkan salah seorang di antaranya sampai dirawat di rumah sakit daerah karena kondisinya kritis. Belum lagi di daerah-daerah lain di seluruh penjuru Indonesia. Apa sebenarnya yang dikerjakan oleh presiden negeri ini beserta para menterinya sampai terjadi begitu banyak kasus yang sangat memalukan itu? Memang, sudah sejak beberapa tahun belakangan ini, orang yang punya nurani akan dapat melihat bahwa negeri ini telah menjadi tempat yang tak ramah lagi bagi anak-anak, titipan sang Ilahi. Kita membaca dan mendengar, bulan lalu ada anak yang dijual oleh orang tuanya dan uangnya dipakai untuk membayar biaya persalinan ibunya.

Lembaga swadaya masyarakat yang memperhatikan buruh migran pun kerap menginformasikan bahwa setiap hari di negeri ini masih banyak anak-anak yang dijual ke luar negeri dan tak sedikit pula yang kemudian dipekerjakan sebagai pelacur. Anak-anak jalanan pun semakin banyak, sebagian karena orang tuanya tak mampu lagi membiayai hidup mereka. Anak-anak yang tempat tinggalnya terkena bencana alam pun tak kalah menyedihkan nasibnya. Banyak dari mereka yang begitu lama tinggal di tenda-tenda pengungsian dan mengalami trauma. Nasib mereka tak menjadi prioritas untuk diperhatikan. Padahal, anak-anak korban bencana mengalami beban ganda. Selain mengalami luka fisik, mereka juga mengalami trauma psikis. Secara fisik, banyak anak yang kehilangan keluarga serta orang-orang dekatnya. Bahkan, tidak sedikit yang menderita luka-luka serta cacat yang harus disandang seumur hidup. Secara psikis, mereka mengalami stres dan trauma yang mendalam karena musibah yang menimpa. Bahkan, ketika bencana terjadi, anak-anak menjadi tidak percaya pada lingkungan dan bersikap apatis. Kalau sudah begitu, masa depan dan pendidikan mereka pun terancam. Karena, mereka sudah kehilangan harapan akibat trauma yang terlalu berat. Apalagi, gedung sekolah dan sarana pendidikan lainnya juga ikut rusak.

Di negeri ini juga, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, anak-anak belajar di tempat yang sangat tidak memadai bukanlah pemandangan yang langka. Jangan pula bicara tentang fasilitas pendidikannya yang lain. Tidakkah kita berpikir bahwa mereka adalah anak-anak bangsa juga, yang merupakan pewaris sah republik ini? (Pedje)

No comments:

Post a Comment