Wednesday, October 7, 2009

Cut Mini, Laskar Pelangi, dan Kebetulan-Kebetulan yang (Sesungguhnya) Tidak Kebetulan


Cut Mini berbagi cerita tentang pengalamannya memerankan Bu Mus dalam film Laskar Pelangi dan disutradarai oleh orang yang telah lama ia dambakan.


Benarkah ada kebetulan di dunia ini? Cobalah ingat-ingat kembali perjalanan hidup Anda. Adakah yang benar-benar kebetulan dari rangkaian episode hidup yang telah Anda jalani? Sekarang kita buka kembali memoar Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Anda mungkin dapat menangkap begitu banyak kebetulan terjadi dalam kehidupan Andrea Hirata yang diungkapkan dalam buku yang fenomenal itu. Tapi, tidakkah Anda merasakan juga adanya ”tangan-tangan gaib” yang sebenarnya telah menciptakan kebetulan-kebetulan tersebut? Kalau begitu, kebetulan-kebetulan itu sesungguhnya tidak kebetulan, bukan?

Dan, pada suatu hari, hal semacam itu terjadi juga dalam kehidupan Cut Mini, model, aktris, dan presenter. Perempuan yang lahir 30 Desember 1973 ini baru saja akan membaca buku Laskar Pelangi ketika telepon genggamnya berdering. Yang menelepon dia adalah salah seorang pekerja kreatif dari Miles Films. Orang itu meminta Cut Mini menjalani casting untuk film ’Laskar Pelangi’! ”Saya sedang memegang buku Laskar Pelangi ketika menerima telepon tersebut,” ujarnya.

Film itu disutradarai oleh Riri Riza. ”Dan, saya sebenarnya sudah sangat lama punya keinginan untuk bermain dalam film garapan Mas Riri. Saya benar-benar ingin sekali. Sampai-sampai sempat terbersit dalam hati saya, jangan-jangan saya memang tak cocok untuk film-film yang akan diproduksi Mas Riri dan Mbak Mira Lesmana. Saya kan orangnya cewawakan,” kata bintang film Arisan karya Nia Di Nata ini. Karena itu, tentu saja, Cut Mini sangat kaget sekaligus gembira ketika menerima tawaran casting tersebut. Apalagi, film itu diangkat dari sebuah buku yang mendapat pujian dari begitu banyak orang dan telah mencetak angka penjualan yang sangat luar biasa dalam sejarah penerbitan buku di Indonesia—belum lagi kalau dihitung dengan penjualan buku bajakannya. ”Saya diminta memerankan Bu Muslimah, guru yang mulia itu. Saya merasa benar-benar beruntung. Insya Allah, setelah Lebaran, film itu sudah bisa disaksikan masyarakat” ungkapnya. Dan, inilah petikan bincang-bincang Purwadi Djunaedi dengan Cut Mini seputar perannya dalam film yang ditunggu banyak orang itu.

Adakah kesulitan yang Anda alami selama terlibat dalam proses pembuatan film Laskar Pelangi?
Sebenarnya, lewat bukunya saja sudah tergambar bagaimana kondisi Pulau Belitong, suatu daerah yang sangat kaya tapi ternyata masih memiliki sekolah dasar yang seperti itu. Saya kaget sekali waktu membacanya, karena saya bukan orang yang mengetahui Indonesia begitu banyak. Mungkin bukan hanya Belitong yang seperti itu. Di daerah-daerah lain mungkin ada yang seperti itu.

Kesulitan dalam memerankan Bu Mus?
Dalam buku itu juga sudah tergambar cukup jelas sosok Bu Mus, seorang perempuan yang menjadi guru karena panggilan jiwanya. Namun, saya merasa berat memerankan sosoknya, karena beliau kan sejak beberapa tahun ini merupakan orang yang sangat dikenal di Indonesia. Banyak orang yang ingin bertemu dan melihat langsung beliau. Saya khawatir tidak dapat memerankan sosoknya dengan baik, dengan utuh. Tapi, kalau tidak saya coba, bagaimana saya bisa tahu, ya? Yang pasti, saya berusaha bermain sebaik-baiknya. Apa saja persiapannya? Saya benar-benar menekuni skenarionya. Saya membaca berkali-kali dan karena itu saya cepat sekali hapalnya. Apalagi, waktu untuk latihannya juga relatif sebentar. Selain itu, saya juga ikut ke Belitong lebih dulu ketika tim dari Miles melakukan test camera. Ketika itu, selain melihat kondisi Belitong, saya juga sempat belajar bahasa Melayu dialek Belitong, yang agak berbeda dengan bahasa Melayu yang saya kuasai. Saya minta diajarkan oleh seorang guru dan merekamnya. Kebetulan juga ada seorang asisten sutradara yang berasal dari Belitong. Dia juga mengajarkan saya dan akhirnya Mbak Mira Lesmana meminta dia untuk mengubah bahasa skenario ke dalam bahasa Melayu dialek Belitong, khusus untuk pemain. Tapi, tentu saja, sebagian besar film ini menggunakan bahasa Indonesia.

Tak minta bantuan Bu Mus yang asli?
Saya memang bertemu beliau. Ternyata orangnya sangat menyenangkan dan humoris. Saya pun mengutarakan kekhawatiran saya soal tak bisa memerankan sosok beliau secara baik. Bu Mus bilang, ”Mini, tak usahlah takut-takut. Siapa yang sudah terpilih memerankan Ibu, Ibu sangat senang. Mini tak usah pusing-pusing. Mini syuting saja. Baik-baik syutingnya, ya, Nak. Ibu mendoakan kamu.” Selain itu, saya banyak bertanya cara beliau mengajar di dalam kelas dan di luar kelas. Saya juga tanya bagaimana cara beliau mendidik Harun, karena Harun kan seorang anak yang luar biasa, yang berbeda dengan anak-anak didiknya yang lain. Dan, Bu Mus pun menjelaskan semuanya dengan sabar.

Jadi, syutingnya lancar-lancar saja, ya?
Alhamdulillah. Yang agak tersendat adalah ketika saya harus berakting di adegan ke-68, saat Bakri, salah seorang guru di SD Muhammadiyah itu, mau meninggalkan sekolah, meski Harfan sudah berusaha menahannya. Ketika itu, Bu Mus kecewa sekali. Dan, ternyata adegan ini sulit sekali saya mainkan, meski ketika latihan tidak ada masalah dan saya sudah sangat hapal dialognya. Adegan ini juga harus ditunda dan diulang berkali-kali karena cuaca yang tidak mendukung, banyak awan tebal. Makanya, saya akhirnya sempat tegang juga kalau kemudian harus kembali mengulang adegan tersebut. Saya takut Mas Riri kecewa dan menyesal telah mengajak saya ikut bermain. Padahal, di adegan-adegan yang lain saya tidak seperti itu.

O, ya, bagaimana kesan pertama Anda waktu pertama kali bertemu Bu Mus?
Waktu pertama kali bertemu, saya sudah dapat merasakan beliau itu adalah orang yang benar-benar memiliki pribadi yang ikhlas. Dia tidak memikirkan soal gajinya yang kecil, tapi lebih memikirkan bagaimana mendidik anak-anak agar menjadi orang yang lebih baik. Dari wajahnya saja saya sudah dapat melihat ketulusannya. Dia juga orang yang sabar dan gigih.

Selain bertemu Bu Mus, Anda bertemu siapa lagi, tokoh-tokoh yang ada dalam buku Laskar Pelangi?
Saya hanya sempat bertemu dengan Mahar, Akiong, dan Harun, selain Andrea Hirata sendiri tentunya. Mahar malah sempat mengatakan, ”Mini, senyummu sama dengan senyum Bu Mus.” Ucapannya itu juga ikut membantu saya mengatasi kekhawatiran dalam memerankan Bu Mus. Saya sempat menanyakan Lintang kepada Bu Mus, tapi Bu Mus sendiri tak tahu keberadaannya. Tak ada seorang pun dari anggota Laskar Pelangi yang lain yang tahu di mana Lintang kini.

Anda tampaknya sangat terkesan dengan proses syuting itu....
Ya. Kami di Belitong sekitar satu setengah bulan. Tapi, saya tidak merasa jenuh dan tidak pernah merasa rindu Jakarta. Padahal, kalau ke tempat lain atau ke luar negeri, biasanya saya suka kangen rumah dan Jakarta. Di sana, saya juga tidak pernah rindu makanan Jakarta. Saya di sana merasa nyaman lahir dan batin. Apalagi, anak-anak pemeran Laskar Pelangi juga sangat menyenangkan, terutama Kucai, yang mengingatkan saya pada pemeran film People Must Be Crazy. Ha-ha-ha.... Dia lucu sekali. Mereka semuanya adalah anak-anak yang aktif dan bersahabat dengan alam. Sebentar-sebentar, mereka sudah bergelantungan di dahan pohon. Ha-ha-ha.... Bagaimana rasanya disutradarai oleh orang yang selama ini Anda dambakan? Senang sekali tentunya. Dan, saya mendapat banyak ilmu. Salah satunya tentang perlunya membuat grafik emosi bagi seorang pemain. Ketika saya tanyakan ke Mas Mathias Muchus soal grafik itu, dia ternyata menganggap penting juga. Saya memang senang sekali dengan sutradara yang mengajarkan dan mengarahkan akting pemainnya, dibanding dengan sutradara yang melepas begitu saja para pemainnya. Saya juga senang bertanya kepada para senior tentang akting, seperti kepada Mas Slamet Rahardjo, Mas Ikranegara, Mas Mathias Muchus, dan Mas Alex Komang.

Anda sendiri selama ini pernah belajar akting secara khusus?
Tidak. Selama ini, saya learning by doing dan banyak bertanya kepada para senior.

Selain Riri Riza, siapa lagi sutradara yang membuat Anda terkesan?
Pada dasarnya, saya selalu terkesan dengan semua sutradara yang pernah menangani saya di film dan sinetron. Namun, saya mendapat ilmu lebih dari Mas Riri dan Teh Nia Di Nata.

Ada keinginan untuk menjadi sutradara atau produser film?
Saya tidak pernah hidup dengan keinginan yang muluk-muluk dan saya tidak pernah merencanakan sesuatu dalam hidup ini. Saya menikmati saja apa yang saya jalani sekarang. Selain itu, sejak awal memasuki dunia hiburan ini, saya sudah bertekad untuk tidak mencari popularitas, tapi untuk bekerja, mencari uang.

Itu sebabnya Anda jarang terlihat dalam acara-acara dunia gemerlap dan kaum socialite, ya?
Saya memang tidak suka dunia yang gemerlap dan tidak suka mencari popularitas. Saya juga tidak suka infotainment yang suka bertanya berlebihan dengan sesuatu yang tidak jelas. Misalnya, baru-baru ini ada pekerja infotainment yang bertanya kepada saya, kapan saya akan menikah. Ha-ha-ha.... Mbok, ya, kalau mau mewawancarai orang mempelajari dulu data-data tentang orang yang akan diwawancarai.

Adakah pertanyaan yang tidak akan Anda jawab, siapa pun yang bertanya?
Ada: ”Kapan punya anak?” Lu kira gue bisa bikin anak dari tepung? Kalau bisa, gue bikin sekarang juga di depan muke lu.... Saya kalau sudah kesal memang suka kasar. Ha-ha-ha.... (Pedje)

3 comments:

  1. Cut Mini memerankan Bu Mus dgn sgt bagus. 2 thumbs up!

    ReplyDelete
  2. Faniez, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Sering-sering mampir....

    ReplyDelete
  3. kabarnya Ibunda Yogi/Kucai sakit dan memerlukan bantuan biaya.apakah mbak Mini bisa membantu.semoga.tx

    ReplyDelete