Dewi Sandra berbicara tentang album barunya, hidupnya sekarang ini, ibunya, kebesaran Tuhan, dan soal kematian.
Dewi Sandra babak belur. Itulah yang ia ungkapkan dalam blog-nya (http://dewi-sandra.com) pada Januari 2009. Perempuan yang lahir di Brazil pada 3 April 1980 ini mengatakan, awal tahun 2009 adalah tahun yang penuh tantangan, yang ia istilahkan dengan "babak belur". Namun, lebih jauh ia mengatakan bahwa dirinya berjanji kepada dirinya sendiri tidak akan membiarkan "kekacauan" terjadi pada tahun 2009. “Mau hancur luar-dalam, I’m ready,” tulisnya lagi. Menurut pemilik nama lengkap Dewi Sandra Killick ini, ia tak akan mengasihani dirinya sendiri, karena ia mau bangkit. “Dan, gue mau jadi juaranya,” ungkapnya.
Tampaknya, menjelang akhir tahun ini, Dewi sudah berhasil mewujudkan keinginannya tersebut. Setidaknya itulah yang kami tangkap ketika bertemu dia untuk pemotretan cover eve edisi ini, pertengahan September lalu. Ia kelihatan tegar meski didera berbagai masalah rumah tangga. Bahkan, ia baru saja mengeluarkan album barunya yang bertajuk Wanita. Album ini, seperti diungkapkan dalam sebuah kesempatan, merupakan semacam deklarasi dari dirinya bahwa ia baik-baik saja tanpa siapa pun. Berikut petikan bincang-bincang Senior Feature Editor eve Indonesia Purwadi Djunaedi dengan Dewi Sandra.
Dalam album yang baru Anda, kok, lagu-lagunya terkesan cengeng, ya?
Manusiawi, kan?
Tapi, terasa berbeda dengan lagu-lagu yang ada dalam album-album Anda sebelumnya….
Justru, saya tidak suka dengan sesuatu yang sudah terbaca. Orang kan tadinya tahunya, kalau Dewi Sandra mengeluarkan album baru, pasti Dewi dengan dance-nya. Kali ini, saya ingin bereksperimen dan momennya juga pas. Jadi, saya mengeluarkan dengan singel slow-nya itu. Kalau dibilang cengeng pun saya tidak masalah, karena saya memang cengeng. Bagi saya, ini adalah album yang jujur, yang tidak dibuat-buat.
Maksudnya benar-benar memproyeksikan kondisi batin Anda belakangan ini?
Ya, itu perjalanan saya selama satu setengah tahun ini.
Sebenarnya, setelah berbagai guncangan rumah tangga yang Anda alami, bagaimana Anda memandang hidup sekarang ini?
Hidup itu indah.
Memangnya dulu tidak indah, ya?
Sebenarnya, dari dulu hidup itu indah, hanya saja kita sering membuat hidup itu menjadi repot.
Itu sebabnya, Anda menulis di blog Anda pada awal tahun 2009, hidup Anda babak belur?
Ya, saya merasa hidup saya babak belur. Saya dikasih cobaan dan ujian yang luar biasa. Tapi, setelah saya lihat sekarang, itu semua justru yang membuat saya lebih kuat, mematangkan saya secara spiritual, emosional, secara mental. Pengalaman-pengalaman tersebut akhirnya saya ambil hikmahnya saja. Saya akhirnya bisa lebih bisa berempati, bisa lebih mengerti, mengapa orang-orang harus melewati fase-fase kehidupan yang berat. Saya juga belajar untuk tidak menghakimi orang lain. Karena, itu bukan porsinya manusia. Manusia tidak berhak menghakimi orang lain. Tapi, sangat disayangkan, hal seperti itu sudah menjadi gaya hidup, kebiasaan, sebagai besar dari kita, yang didukung juga oleh media massa.
Bagaimana Anda dulu memandang diri Anda sendiri?
Dewi Sandra yang dulu mungkin lebih emosional. Baru diomongi sedikit saja langsung melakukan pemertahanan diri. Baru ditowel sedikit, saya marah. Kalau sekarang, saya lebih santai.
Apa sekarang yang paling berarti dalam hidup ini?
Sekarang, saya sedang belajar untuk menikmati hidup saja. Sekarang ini kesempatan saya untuk mensyukuri semuanya.
Untuk itu, apakah perlu upaya besar dari diri Anda sendiri?
Itu ada prosesnya, memang. Tidak saya bangun dalam satu hari. Dan, dalam prosesnya itu dibutuhkan tangis, jatuh. Ya, proses itu sangat menyakitkan.
Apakah Anda membutuhkan pembimbing spiritual juga?
Yang saya butuhkan adalah atmosfer positif dan itu membutuhkan seleksi juga. Waktu saya sedang rapuh banget, saya tidak mau bergaul sama orang-orang yang pekerjaannya hanya ngomong, memberi masukan-masukan yang akhirnya tidak baik. Itulah sebabnya, lingkaran pertemanan saya sangat kecil dan terbatas. Orang-orang yang saya pilih dalam bekerja dan sebagai sahabat-sahabat adalah orang-orang yang dapat memberikan umpan balik yang baik kepada saya. Sekarang ini saya juga menjadi lebih hati-hati dengan waktu saya. Saya tidak mau membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna. Saya tidak lagi duduk dan ‘nongkrong’ yang tidak jelas. Saya masih senang bermain-main, tapi saya tetap memperhitungkan apa gunanya itu buat saya pribadi.
O, ya, album baru Anda itu juga kan dedikasikan untuk lima perempuan yang sangat berarti dalam hidup Anda, antara lain ibu Anda. Seberapa penting dan seberapa berpengaruh sebenarnya peran ibu dalam hidup Anda?
Semua orang, yang lahir dari seorang rahim perempuan, di satu titik, akan melihat pengorbanan seorang ibu bagi dirinya sungguh luar biasa.
Bagaimana ibu Anda menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anak-anaknya?
Ibu saya itu seperti teman sekaligus "preman". Ibu saya sangat galak dan memiliki disiplin tinggi. Pernah saya disiram es karena saya masih terus bicara, padahal ibu saya sudah menyuruh saya diam. Pokoknya, saya diajar oleh dia untuk menaruh hormat kepada orang tua, kepada orang lain, dan menghargai waktu. Sekarang ini saya merasakan manisnya dididik seperti itu oleh ibu saya, meskipun dulu saya merasa cara mendidiknya keras sekali. Walaupun sering terjadi konflik di antara kami, kami sangat akrab, seperti sahabat. Dan, saya merasakan betapa hebatnya hidup ibu saya setelah dia wafat.
Apakah ada pesan yang disampaikan kepada Anda sebelum wafat?
Dia menulis dalam sebuah buku, apa saja yang ia tinggalkan untuk anak-anaknya dan juga pesan-pesan. Kepada saya, dia berpesan agar menjaga adik-adik saya, karena saya anak tertua. Ibu saya juga berpesan agar saya tidak melupakan salat lima waktu.
Kapan terakhir kali menangis waktu mengingat ibu Anda?
Kemarin, waktu memperingati setahun hari wafatnya. Saya juga terharu teman-teman ibu saya datang pada acara itu. Ternyata, ibu saya adalah orang yang dirindukan oleh teman-temannya.
Oke, tadi Anda belum menjawab tuntas soal apa yang paling berarti atau berharga dalam hidup Anda sekarang...
Menghabiskan sisa waktu hidup saya dengan sebaik-baiknya. Saya sekarang sudah 29 tahun dan saya tidak tahu kapan saya akan meninggal.
Anda tidak takut memikirkan soal kematian?
Saya ingin siap untuk itu. Bagi saya, kematian adalah happy ending bagi manusia karena kita kembali lagi kepada yang menciptakan kita. Tujuan hidup saya sekarang ini adalah menyiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadap Sang Mahapencipta.
Kapan Anda pernah merasakan kebesaran Tuhan?
Setiap saat.
Mulai kapan kesadaran spiritual itu muncul?
Mungkin, yang benar-benar membuka mata saya tentang kebesaran Tuhan adalah ketika saya pertama kali berumrah, bersama Surya Saputra. Saya tidak bisa berkata-kata ketika itu dan setelahnya saya menjadi menekuni sejarah Islam. Pada umrah yang kedua, saya seakan diingatkan kembali bahwa Dia memang luar biasa.
Jika meninggal kelak, Anda akan dikenang sebagai apa?
Saya ingin dikenang sebagai orang yang baik, sebagai orang yang suka membantu orang lain. (Pedje)
No comments:
Post a Comment