Thursday, November 19, 2009

Hati Senang, Uang pun Datang

Industri kreatif memiliki potensi pasar yang sangat besar di negeri ini dan juga di dunia. Keempat perempuan ini telah merasakan manisnya, lewat hobi unik dan kreatif mereka. Anda pun bisa melakukannya, sepanjang mau tekun dan berani mencoba.


Christina Budi Utami, 25 Tahun
Melukis di Atas Sepatu

Awalnya, melukis bagi Tina memang sekadar hobi. Namun, sejak beberapa tahun lampau, perempuan yang lahir pada 31 Oktober 1982 ini ternyata ingin lebih serius menekuninya. Setidaknya, ijazah sarjana dari Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung membuktikan hal itu. ”Saya mengambil jurusan seni lukis,” ujarnya. Toh, setelah menyandang gelar sarjana, ia tak melulu melukis di atas kanvas. Berbagai media pernah dicobanya. Sampai suatu hari, Tina bersama dua temannya sesama alumni Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung—tapi lain jurusan—berdiskusi untuk mencari media apa yang unik untuk dilukis sekaligus dapat dinikmati atau dimanfaatkan oleh anak-anak muda dan memiliki nilai jual. ”Kami akhirnya sepakat untuk melukis di atas sepatu kets berbahan kanvas atau kain dan sepatu itu kami jual. Kami bertiga pun lalu berpatungan untuk membeli beberapa pasang sepatu dan peralatan melukis. Ketika itu terkumpul satu juta rupiah,” kata Tina.

Hanya dalam tempo beberapa hari, Tina dan kedua temannya pun berhasil melukis sepatu-sepatu itu. ”Kami lalu memasarkan dengan mobil ke tempat anak-anak muda nongkrong. Ternyata sambutan mereka bagus. Begitu pula ketika kami ikut bazar. Sejak itu pesanan pun mengalir, termasuk pemesan yang ingin sepatunya dilukis dengan gambar dari mereka. Kami pun lalu terpikir untuk menjalankan usaha ini lebih serius,” tutur Tina.

Kebetulan, beberapa bulan lalu, ketika Tina dan kedua temannya ingin berjualan dengan mobil di kawasan Barito, Jakarta Selatan, ada yang memberi tahu bahwa ada sebuah ruang kosong di sebuah kompleks pertokoan di daerah itu yang ingin disewakan. ”Kami pun nekat menyewanya. Kami lalu membuka butik yang kami beri nama Positively Pink. Di sini, kami tidak hanya menjual sepatu yang kami lukis, tapi juga menjual pakaian, tas, dan berbagai aksesori. Sebagian dari barang-barang itu buatan kami sendiri dan sebagian lagi titipan orang,” ungkap Tina.

Dalam sehari, Tina sendiri bisa melukis tiga pasang sepatu. ”Harga sepatu itu mulai dari Rp150 ribu sampai Rp250 ribu, tergantung tingkat kesulitannya. Kami menggunakan cat tekstil, yang tak akan luntur bila dicuci. Tapi, untuk yang menggunakan cat tekstil glitter, yang berkilau, cara mencucinya tak boleh disikat,” tutur Tina lagi.

Menurut Tina, melukis di atas sepatu agak berbeda dengan melukis di atas kanvas datar. ”Kita harus bisa menyesuaikan lukisan kita dengan bentuk sepatu yang tidak datar,” ujarnya. Rencananya, Tina dan kedua temannya tidak hanya melukis di atas sepatu kets, tapi juga di sepatu dari berbagai jenis dan model. ”Ke depannya, kami ingin membuat sepatu sendiri, yang jenis dan modelnya sesuainya dengan keinginan kami,” kata Tina.

Positively Pink
Gria Astika Lot. GA 1-9
Jalan Lamandau IV No. 18 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan
Telepon: (021) 7222225


Lani Cahyaningsari, 34 Tahun
Melukis Kaleng

Sejak kecil, Lani memang sudah senang melukis. Namun, baru setelah berkeluarga, ia kembali menjalani hobinya itu. Apalagi, mertuanya kemudian membuat galeri dan menyemangati Lani untuk menekuni hobinya itu. ”Saya dan ipar-ipar saya kemudian mencoba melukis di atas beragam benda, selain melukis di atas kanvas. Namun, pada tahun 2000, saya iseng membeli kaleng kerupuk dan tergerak untuk melukis di atas kaleng kerupuk itu. Setelah selesai, saya taruh kaleng kerupuk itu di galeri dan ternyata ada peminatnya. Saya buat lagi, ternyata laku lagi. Akhirnya saya menekuni hobi melukis kaleng ini. Apalagi, kemudian, saya bertemu dengan pembuat kaleng, sehingga saya dapat memesan kaleng dengan beragam bentuk dan ukuran,” ungkap arsitek lulusan Universitas Trisakti, Jakarta, ini.

Kaleng-kaleng yang dilukis Lani dijual dengan harga Rp8.500 sampai Rp250 ribu. ”Biasanya yang banyak memesan adalah ibu-ibu, untuk wadah berbagai barang dan juga sebagai wadah hadiah yang akan berikan kepada undangan dalam pesta ulang tahun anaknya. Mereka suka karena kaleng-kaleng itu bisa saya tuliskan nama anaknya atau malah nama-nama teman anaknya yang datang ke pesta ulang tahun itu. Selain itu, karena buatan tangan, antara satu kaleng dan kaleng yang lainnya, lukisannya pasti berbeda-beda,” tutur ibu dari tiga anak ini.

Bagi Lani, melukis di atas kaleng dan di atas kanvas tak jauh berbeda. ”Namun, kalau melukis di atas kaleng, saya melukis lebih simpel, dengan gambar-gambar yang disukai anak-anak. Kalau untuk berekspresi barulah saya melukis di atas kanvas, dengan teknik yang relatif lebih rumit,” ujar Lani.

Cat yang digunakan Lani untuk melukis di atas kaleng adalah cat akrilik, yang berbahan dasar air. ”Biarpun begitu, cat ini tak akan luntur bila dicuci dengan air. Tapi, agar lebih awet, kaleng-kaleng yang telah saya lukisi itu, saya beri lapisan bening, yang bahannya saya buat sendiri,” kata Lani.

Dari hobinya ini, setiap sebulan, Lani bisa mendapat penghasilan Rp5 juta sampai Rp10 juta. ”Setiap hari, saya biasanya bisa melukis dua sampai tiga kaleng yang besar. Saya bekerja di rumah, setelah anak-anak tidur,” ungkapnya. Selain melayani pesanan, Rani juga masih menitipkan kaleng-kalengnya ke galeri milik mertuanya, Kenino Gallery, yang berada di dalam Inns Restoran, di kawasan Cilandak.

Rini Rosita, 36 Tahun
Melukis Kain dan Tas

Rosita adalah kakak ipar Lani Cahyaningsari, sang pelukis kaleng. Sejak kecil pula Rosita sudah hobi melukis. ”Malah, saya sering ikut lomba dan pernah menjadi juara pertama lomba lukis remaja se-Jakarta,” kata sarjana gizi dari Institut Pertanian Bogor ini. Sampai sekarang, ia masih melukis di atas kanvas, di samping menekuni hobi melukis di atas kain dan tas yang sekaligus juga bisnisnya.

Ia melukis di atas kain dan tas awalnya karena diminta ayahnya untuk melukis di atas barang-barang fungsional, yang akan dijual di koleksi Kenino Gallery. ”Tadinya, saya dan saudara-saudara yang lain melukis di atas barang-barang dari kayu. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, saya mencoba melukis di berbagai media lain dan saya menemukan kecocokan ketika melukis di atas kain, karena sesuai dengan karakter lukisan saya yang cenderung naturalis dan karena saya juga menyukai dunia fashion. Maka, sejak tahun 2003 lalu, saya menekuni hobi melukis di atas kain dan tas,” ujar Rosita.

Melukis di atas kain dan tas memiliki tingkat kepuasan sendiri bagi Rosita, meski lukisan-lukisannya itu banyak yang dibuat berdasarkan pesanan. ”Karena bergerak ke arah fashion, melukis di atas kain dan tas seakan tak ada batasan, sehingga saya bisa mengeksplorasi berbagai kemungkinannya, termasuk desainnya,” tutur Rosita.

Kendati begitu bukan berarti ia tak pernah menemui kesulitan ketika sedang menjalankan hobinya ini. ”Secara teknis bisa lebih sulit daripada melukis di atas kanvas yang datar, terutama kalau harus melukis di atas sutera. Kesulitannya semakin bertambah kalau saya harus membuat lukisan kain atau tas pesanan, meski saya turut mengarahkan apa yang sebaiknya bagi si pemesan. Karena, saya harus bisa berempati dengan kemauan si pemesan. Namun, karena saya senang melakukannya, berbagai kesulitan itu seakan menjadi hal yang tak begitu membebani,” tutur ibu dari satu orang anak. Padahal, peminat hasil karyanya begitu banyak dan Rosita lebih sering mengerjakan semua pesanan itu seorang diri. ”Karena, saya benar-benar ingin pemesan puas dan barang yang saya hasilkan eksklusif. Kadang, suami saya ikut membantu membuat sketsanya. Dia juga bisa melukis, walau lulusan dari Institut Pertanian Bogor juga,” katanya.

Rosita sendiri selalu mendisiplinkan diri untuk melukis kain atau tas setiap hari. ”Karena ini berhubungan dengan bisnis dan kepercayaan orang, saya setiap hari melukis kain atau tas selama tujuh sampai sepuluh jam. Bagi saya, disiplin ini juga bagian dari upaya saya untuk terus memahirkan teknik melukis saya, yang bermanfaat untuk mematangkan karya-karya ekspresi saya di atas kanvas,” kata perempuan pelukis yang rutin berpameran dua kali setahun ini.

Dengan disiplin itu juga Rosita melukis tidak harus bergantung pada mood yang enak. ”Untuk mendapatkan ide-ide baru, saya juga mendisiplinkan diri untuk mengikuti perkembangan fashion. Jadi, saya melukis seperti layaknya kerja kantor. Saya punya target, setiap hari saya harus menyelesaikan enam items. Untuk penyegaran, biasanya saya pergi melihat pameran lukisan di berbagai galeri yang ada di Jakarta,” tuturnya.

Dalam sebulan, Rosita bisa menjual 50 sampai 100 tas. ”Satu tasnya sekarang harganya Rp150 ribu. Kalau untuk baju, sebulan rata-rata saya menerima pesanan 50 buah, yang harganya mulai dari Rp100 ribu sampai Rp250 ribu,” ujar perempuan kelahiran Malang, Jawa Timur, ini.

Menurut Rosita, agar lukisan tahan lama, kain atau tas yang baru dilukis tidak boleh dicuci dulu selama 20 hari. Selain itu mencucinya jangan disikat. ”Kalau ada yang ingin melukis di atas kain atau tas, sebaiknya pilih cat tekstil dengan kualitas yang bagus. Meski harganya relatif mahal, cat berkualitas bagus ini tentunya lebih tahan lama. Untuk bahan sutera, ada cat tekstil khusus untuk sutera,” tutur istri dari Kemas Abdurrahman Yahya ini.

Kenino Gallery Inns Restoran
Jalan Cilandak KKO No. 2, Jakarta Selatan
Telepon (021) 78836239, 7828456


Yukke Roswenda, 29 Tahun
Melukis Kayu

Perempuan ini sebenarnya seorang penyanyi jazz dengan latar belakang pendidikan desain grafis. ”Tapi, memang dari dulu saya senang melukis, karena keluarga saya semua senang melukis, meski tak ada yang belajar melukis secara formal. Saya biasanya melukis di kanvas dan kemudian membantu kakak saya melukis di atas barang-barang dari kayu, barang-barang kecil. Suatu hari, tahun 2004, ada orang yang tertarik dengan gaya lukisan saya dan meminta dilukiskan di atas tembikar. Saya pun memenuhi pesanan itu dan sejak itu mulai ada pesanan untuk melukis di macam-macam media. Tapi, belakangan, saya banyak dipesan untuk melukis peti, pintu, dan lemari,” tutur adik dari Rini Rosita ini.

Yang menyenangkan bagi Yukke, para pemesan itu hanya memberikan barang-barang yang akan dilukisnya, tidak memesan gambar apa yang harus dilukis oleh Yukke. ”Mereka memang memberi kebebasan kepada saya untuk melukis sesuka saya, sehingga saya tak bergitu terbebani. Mereka hanya memberi batasan waktu, kapan lukisan itu harus selesai,” kata ibu dari satu orang anak ini. Kendati demikian, Yukke tidak asal saja menentukan tema lukisannya. ”Temanya biasanya saya sesuaikan dengan bentuk barang dan kegunannya nanti. Itu sulitnya. Kesulitan lain, barang-barang itu kan umumnya memiki empat sisi yang bersambungan, sehingga saya juga harus melukis keempat sisinya secara bersambungan. Ukurannya juga biasanya tidak lazim,” kata Yukke.

Biasanya, untuk melukis sebuah peti berukuran sedang, Yukke membutuhkan waktu dua minggu. ”Rata-rata penghasilan dari hobi yang menyenangkan ini sebulan Rp6 juta,” ujar vokalis kelompok musik Major Seventh ini. Umumnya, para pemesannya adalah ekspatriat yang tinggal di Jakarta. ”Dari mereka, ada yang menjual lagi barang-barang yang telah saya lukis itu di luar negeri. Peti-peti dan pintu yang telah saya lukis telah menembus pasar New York, Los Angeles, Singapura, dan Malaysia lewat para ekspatriat itu,” ungkap perempuan yang lahir 21 Juni 1979 ini.

Sejak 2006 lalu, karena kesibukannya, Yukke memang hanya melukis di atas benda-benda fungsional berdasarkan pesanan. ”Jadi, saya tidak lagi melukis di atas barang-barang kayu lalu menitipkan barang-barang itu di galeri ayah saya, Kenino Gallery. Saya hanya menerima pesanan. Kalau saya perlu mengekspresikan diri lewat lukisan, saya biasanya melukis di atas kanvas. Sekarang ini, saya sedang mengerjakan pesanan melukis empat peti dan sebuah lemari, tapi yang lemari belum saya kerjakan sedikit pun karena saya sedang konsentrasi ke peti dan pementasan musik, yang akan digelar di Erasmus Huis tanggal 25 April nanti,” kata Yukke lagi.

Proses melukis di atas barang-barang kayu itu sendiri bagi Yukke tidak berbeda dengan melukis di atas kanvas. ”Cat yang saya pakai pun cat akrilik yang biasa saya pakai untuk melukis di kanvas. Hanya pelapis akhirnya saya pakai pelapis khusus untuk kayu,” ujar perempuan yang kini sedang menekuni dunia tulis-menulis juga ini. (Pedje)

No comments:

Post a Comment