Saturday, November 7, 2009

Tentang Teman Sejati

Teman sejati akan menerima kita apa adanya. Juga akan selalu hadir ketika kita dalam keadaan senang ataupun susah. Masalahnya, bagaimana caranya menemukan teman sejati?


Biasanya, orang mengira cinta tanpa syarat atau cinta sejati hanya ada dalam hubungan yang romantis atau hubungan orang tua kepada anak. Padahal, persahabatan yang benar-benar persahabatan pun membutuhkan cinta sejati yang subur. Cinta tanpa syarat merupakan cinta yang diberikan tanpa persyaratan apa pun, tanpa kecuali atau pembatasan, tanpa berharap mendapat balasan apa pun. Bukankah Anda akan senang bila menemukan teman-teman yang mencintai dan menerima Anda apa adanya?

Memang, cinta sejati bukanlah hal yang biasa. Cinta sejati atau cinta tanpa syarat pada hakikatnya adalah kebebasan, entah kebebasan Anda untuk mencintai seseorang atau menjadi orang yang dicintai. Dalam hubungan yang terbangun di atas dasar cinta tanpa syarat, semua pihak bebas untuk menjadi dirinya sendiri. Baik ketika berada dalam situasi dan kondisi terbaik maupun sebaliknya, orang dalam hubungan yang seperti itu tahu benar bahwa diri mereka dicintai. Namun, kekebasan itu sendiri juga menjadi suatu komponen yang genting dalam hubungan yang sejati. Seorang teman ‘tulen’ akan mengabaikan bagian-bagian buruk dalam hidup kita dan lebih suka menerima kita apa adanya.

Anne Perry dalam novel World War I: No Graves as Yet menangkap aspek persahabatan seperti itu dengan kata-kata yang diucapkan oleh karakter utama novelnya, Joseph. Sebagai refleksi persahabatannya dengan mahasiswanya yang telah meninggal, Joseph mengatakan, “Saya melihat dia sebagai sosok yang saya inginkan dan karenanya saya mencintainya. Saya mencintai dia apa adanya karena saya tidak mementingkan diri sendiri. Mungkin, Anda dapat menghancurkan orang dengan menolak melihat realitas mereka, menawarkan cinta hanya menurut syarat-syarat Anda sendiri, ketika Anda mengharapkan orang lain menjadi seperti yang Anda inginkan—untuk diri Anda sendiri, bukan untuk mereka.” Barangkali, menawarkan cinta dengan berbagai persyaratan tidak akan menghancurkan seorang individu, tapi tentu dapat menghancurkan suatu hubungan.

Dalam blognya tanggal 28 Januari 2006 silam, Dave Winner menulis, “Saya telah mempelajari bahwa seorang teman adalah seseorang yang percaya kepada saya ketika saya sedang benar-benar tidak berdaya dan rapuh. Dan, mereka adalah orang yang—seberapa pun menyakitkannya itu untuk dilihat—bersama saya ketika saya sangat lemah dan tak bisa ditolong.”

Teman sejati memang akan selalu bersama Anda di saat senang ataupun susah. Ia atau mereka juga sangat peduli dengan apa pun yang Anda lakukan. Jelaslah, teman sejati merupakan "sesuatu" yang disukai oleh setiap orang untuk berada di sekeliling mereka.

Masalahnya, bagaimana caranya menemukan teman sejati? Mungkin, persahabatan yang Anda sedang jalani sekarang dengan satu atau beberapa orang perlahan-lahan akan menjadi persahabatan sejati. Yang pasti, semuanya pada akhirnya tergantung pada Anda, apakah Anda mau memberi ruang bagi hadirnya persahabatan sejati seperti yang Anda inginkan.

Namun, tak ada salahnya Anda mengingat kembali tujuh komponen penting yang dapat membuat suatu hubungan berjalan dengan baik, seperti telah dibuktikan oleh banyak studi. Tujuh komponen itu ialah komitmen, kebebasan, rasa hormat, dukungan, kesetaraan, resolusi konflik yang sehat, dan kepercayaan.

Memang, hal yang paling mendasar dari hubungan yang kuat adalah komitmen. Karena, hubungan manusia bersifat dinamis, bahkan senantiasa turun-naik, karena kita sendiri selalu berubah, sehingga memerlukan komitmen dari masing-masing pihak. Komitmen dalam suatu hubungan artinya kepedulian yang tanpa syarat untuk memelihara dan memperbaiki hubungan terus-menerus, bahkan ketika dalam keadaan marah dan kecewa. Mungkin ada masa ketika Anda benar-benar tidak suka dengan orang lain. Tapi, jika Anda commited, Anda akan berusaha untuk mempertahankan hubungan dalam masa yang sulit.

Sementara itu, kebebasan mungkin menjadi komponen yang paling sulit dilaksanakan dari seluruh komponen yang ada. Tapi, mungkin juga menjadi komponen yang paling penting setelah komitmen. Karena, manusia umumnya menginginkan kebebasan, lebih daripada apa pun yang diinginkan. Kebebasan merupakan suatu dorongan bagi kita untuk menjadi diri kita sendiri. Mulai dari anak-anak yang berusia dua tahun sampai yang sudah tua menginginkan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai kehendak masing-masing.

Namun, ketika kita masing-masing mendambakan dan memberi nilai pada kebebasan kita sendiri, kita justru sering terdorong untuk mengontrol orang lain. Padahal, tindakan mengontrol orang lain adalah cara jitu untuk melemahkan dan merusak suatu hubungan.

Memberikan kebebasan orang lain untuk menjadi diri mereka sendiri adalah bukti tertinggi dari cinta, cinta tanpa syarat. Kebebasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari cinta tanpa syarat mungkin sangat menguji rasa percaya diri dan harga diri kita. Kendati begitu, sangat penting bagi kita untuk melepaskan kecenderungan menguasai orang lain dalam suatu hubungan.

Sejalan dengan itu, bila kita ingin memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, sikap respek kepada orang lain tak bisa diabaikan. Kebebasan baru bermakna bila kita menghormati kompetensi dan individualitas orang lain. Misalnya, seseorang akan dianggap menghormati temannya bila dalam suatu kesempatan ia mengatakan seperti ini: “Pergilah, saya tahu betapa pentingnya itu bagi kamu dan saya mendukung seratus persen. Saya tahu kamu bisa melakukannya.” Ia tidak akan mengatakan, “Pergilah jika memang harus. Saya akan tetap di sini ketika kamu telah selesai mengejar impianmu.”

Dari sana kita juga bisa melihat, dukungan pun menjadi faktor penting dalam suatu hubungan. Ketika kita sedang mengalami rintangan yang berat dalam hidup, dukungan dari teman sejati akan menguatkan dan menenteramkan kita. Dukungan memberi energi baru kepada kita. Bukankah kita semua lebih tertarik kepada orang yang mendukung kita?

Akan halnya kesetaraan tak diragukan lagi merupakan komponen penting dalam suatu hubungan, kecuali mungkin hubungan orang tua dengan anak yang masih di bawah umur. Tanpa kesetaraan, rasa hormat pun menjadi terbatas. Dukungan pun lebih cenderung mengarah menjadi suatu kontrol. Begitu pula dengan komitmen, lebih sebagai kontrol, bukan sebagai hal yang dapat membuat hubungan berkembang menjadi lebih baik.

Pemecahan konflik yang sehat adalah suatu komponen paling mulus dari sisi kasar suatu hubungan. Adalah suatu keniscayaan, dalam suatu hubungan terjadi salah paham, beda pendapat, dan bahkan perilaku yang mengecewakan. Nah, pemahaman terhadap teknik dan iktikad untuk menyelesaikan konflik—plus rasa hormat, dukungan, dan prinsip kesetaraan—dapat benar-benar menguatkan suatu hubungan.

Yang terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah kepercayaan, yang menjadi lem bagi suatu hubungan. Tanpa kepercayaan satu sama lain, kita tak akan bisa memberikan kebebasan, tidak akan mampu memelihara hubungan dengan rasa hormat dan kesetaraan, serta tidak akan dapat menawarkan dukungan apa pun.

Tentu saja, tujuh komponen penting tersebut tidak datang secara berurutan. Semuanya penting dan harus ada dalam suatu hubungan secara serentak. Namun, sekali lagi, yang pertama harus ada adalah komitmen, sebagai dasar yang akan membuat hubungan menjadi kuat dan stabil. (Pedje)

No comments:

Post a Comment